Showing posts with label esai. Show all posts
Showing posts with label esai. Show all posts

Thursday, December 16, 2010

Burqa, Buku, dan Laki-Laki

Pada salah satu halaman yang ditulis oleh Asne Seierstad, ada satu kutipan Jalaluddin Rumi yang menarik, "Ego adalah cadar manusia dengan Allah." Asne adalah wartawati asal Norwegia yang pergi ke Afghanistan untuk meliput. Dan pada satu hari, dia bertemu saudagar buku di Kabul. Nama saudagar buku itu Sultan Khan.

Jadi si Seierstad tinggal selama 4 bulan di rumah Sultan untuk mencatat, mengamati, dan menceritakan keluarga kelas menegah di negara penuh gejolak. Ada 3 hal yang menarik perhatian saya saat membaca buku Seierstad yang berjudul Bookseller of Kabul ini, yaitu burqa, buku, dan laki-laki. Ketiga hal ini selalu berhasil membuat saya tersenyum, bahkan sampai penasaran mau ke Kabul. Biasa euforia ketika membaca buku, tiba-tiba kita ingin merasakan yang dialami pelaku cerita.

Burqa, kain dua realitas perempuan Kabul.
Oke soal burqa, Seierstad berhasil menampilkan gemerlap di balik kain yang menutupi perempuan dari ujung kepala sampai kaki ini. Jadi salah satu adik Sultan, Shakila akan dinikahkan dengan Wakil. Dan sebagai pengantin wanita lainnya, Shakila harus menjalani beberapa ritual kecantikan. Rumusnya sama, pengantin wanita harus menjadi pusat perhatian sehari semalam. Bukankah itu yang selalu dibisikkan pada telingga wanita sejak dari kecil, yang kemudian membuat wanita lebih cepat memilih hari pernikahan ketimbang pria.

Jadi Shakila diantar ke salon untuk didandani. Pada masa Taliban salon dilarang, tapi ada salon yang berhasil dipertahankan demi memuaskan impian para pengantin wanita tampil cantik di hari pernikahannya. Syaratnya hanya satu, mereka yang berkunjung ke salon kecantikan harus datang dengan burqa dan pergi dengan burqa.

Walaupun saya bukan masuk dalam kategori perempuan yang gemar ke salon, tapi begitu membaca datang dan pergi dengan burqa, saya jadi bertanya, lah riasannya ngga rusak ya begitu ditutupin burqa?

Mau tau apa yang terjadi? Di salon kecantikan itu, dipajang poster artis Bollywood dengan potongan baju yang seksi. Poster itu seolah menjadi saksi bisu atas ratusan gadis Kabul yang rela dicabuti alisnya untuk dibentuk melengkung dan indah. Poster itu juga merekam hidup-hidup bagaimana para calon pengantin wanita merasakan warna menyala pada bibirnya. Dan ketika rambut-rambut mereka yang lembap akibat tertutup burqa harus digulung dengan rol-rol besar, plus disemprot dengan hair spray, poster itu hanya memberikan senyum menggoda kepada para calon pengantin wanita. Secara singkat, para calon pengantin wanita merasakan pandangan mata yang bebas untuk menatap lekat-lekat poster artis Bollywood itu.

Setelah didandani, calon pengantin wanita akan memakai baju gemerlap dan sepatu dengan hak yang menjulang. Sepatu adalah benda yang bisa dipamerkan dengan halal oleh perempuan yang mengenakan burqa, karena sepatu bukan bagian dari aurat tapi tetap menampilkan kesan feminin.

Tapi semua itu harus ditutupi saat mereka keluar dari salon. Dan rambut yang mengembang akibat rol rambut serta hair spray, membuat kain kasa yang adalah 'mata tambahan' mereka saat mengenakan burqa, akhirnya tidak jatuh tepat pada kedua mata. Burqa semakin tertarik ke atas dan batas pandangmu menjadi tak jelas. Lalu bagaimana calon pengantin wanita berjalan menembus jalan berdebu di Kabul? Sanak-saudara yang ikut mengantar adalah jawabannya. Mereka akan dipapah menyusuri tangga dan jalan-jalan. Tampil cantik membuat mereka semakin terbatas menatap dunia.

Setelah Taliban tidak berkuasa, banyak perempuan Kabul yang masih mengenakan burqa. Alasannya karena sudah terbiasa. Beberapa dari mereka memang belajar untuk melepas burqa, karena kain tebal itu tak selamanya nyaman dikenakan pada suhu terik di Kabul. Seiring belajar melepas burqa, perempuan-perempuan di sana juga belajar untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Kursus bahasa Inggris, komputer, atau melanjutkan sekolah formal. Tapi mereka masih suka risih ketika harus berada satu ruangan dengan laki-laki yang bukan muhrim. Rasa risih juga yang dirasakan ketika belajar melepaskan burqa.

Saya membayangkan, apa rasanya ya pakai burqa? Gerah pasti. Iklim tropis Indonesia rasanya akan membuat saya keringat setengah mati ketika memakai burqa. Tapi mungkin saya juga akan memiliki kulit putih, karena jarang terpapar sinar matahari. Ngomong-ngomong soal sinar matahari, buku ini juga cerita kalau banyak perempuan Kabul yang mengalami masalah pada pigmentasi kulit mereka karena jarang terpapar sinar matahari. Padahal Kabul termasuk kota dengan paparan sinar matahari tinggi di dunia.

Anyway, kurang adil rasanya membayangkan pakai burqa hanya untuk tujuan seperti itu. Tapi saya bener-bener pengen tahu rasanya memakai burqa. Di Jakarta aja kalau ada orang pakai burqa, pasti menjadi pusat perhatian. Apa yang akan ada dalam pikiran saya, ketika dibalik kain kasa untuk melihat itu saya menangkap mata-mata yang melihat dengan penuh tanda tanya? Mungkin saya akan merasa ditelanjangi, meskipun burqa menutup tubuh saya dengan sempurna. Ah lagi-lagi, sebenarnya apa sih batasan kain untuk menutupi tubuh kita? Karena persepsi yang membentuk definisi kain itulah yang sebenarnya mengendalikan pandangan kita atas tubuh yang mengenakan kain.

Ideologi dalam buku.
Cukup soal burqa, sebelum saya benar-benar mencoba untuk memakainya selama sehari atau seminggu, rasanya saya tak adil jika menganalisa dari perasaan dan pengamatan. Sekarang saya akan bercerita mengenai bagaimana rezim yang berkuasa di Afghanistan mendoktrinasi ajarannya melalui buku, khususnya buku-buku pelajaran.

Di buku ini diceritakan, ketika yang berkuasa adalah Komunis Rusia, anak-anak belajar matematika dengan perspektif kebersamaan untuk negara. Saat topiknya soal rumus menghitung, buku matematika itu berubah menjadi cara untuk memberikan tanah kepada sang penguasa. Jika kita punya sebidang tanah sekian dan tetangga punya sekian, berapa tanah yang dapat diberikan kepada pemerintah jika keduanya digabung? Tapi begitu yang berkuasa Taliban, kalimat pengantarnya berbeda. Sebuah senjata diisi 5 peluru dan 3 sudah dipakai untuk menembak, berapa peluru yang tersisa?

Untung pas zaman Soeharto, buku matematika saya tidak bilang, jika kepala dinas adalah paman kita maka dia bisa memasukkan keluarganya untuk menjadi PNS di sana. 3 anggota keluarga telah masuk menjadi PNS dan akan ada 2 anggota keluarga lain yang akan masuk. Jika semuanya masuk, berapakah jumlah keluarga kita yang menjadi PNS di kantor paman? Yah walaupun buku matematika saya isinya tidak seperti itu, tapi keharusan untuk belajar P4 mulai dari SD sampai kuliah sudah cukup memuakkan.

Selain soal doktrinasi, di buku ini juga diceritakan betapa Sultan sangat mencintai buku-bukunya sama seperti dia mencintai keuntungan yang didapat dari menjual buku-buku itu. Dia sampai punya laci-laci rahasia untuk menyimpan buku yang tidak disukai saat rezim Taliban. Ini karena Taliban, gemar membakar buku. Apalagi buku-buku yang jauh dari ajaran Islam.

Iya buku, tak hanya membuat Sultan menjadi masyarakat kelas menengah tapi juga menjadi orang yang liberal. Dia sangat terbuka dengan demokrasi. Dia bahkan menyediakan buku Salman Rushdie yang katanya halal untuk dibunuh karena sudah menistakan Islam. Buku diam-diam sudah menjadi ideologi tersendiri bagi Sultan, ya ideologi bisnis yang sekaligus menjadi ideologi mencerdaskan anak-anak Afghanistan. Karena Sultan melakukan kerja sama dengan penerbit dan Oxford untuk menerbitkan buku pelajaran baru bagi anak-anak Afghanistan. Walaupun pada akhirnya buku itu tidak sukses diterbitkan, setidaknya niatnya untuk melakukan pembaharuan melalui buku harus diacungi jempol. Dia berusaha membuat anak-anak itu belajar matematika dengan porsi yang benar, tanpa embel-embel kepemilikan tanah atau peluru.

Syahwat itu, urusan laki-laki. Bukan Perempuan!
Awalnya saya membayangkan Sultan adalah sosok pemberontak yang ideal di Kabul. Meski sudah berumur sangat lanjut, tapi isterinya hanya satu. Sayangnya ini hanya bertahan beberapa halaman saja, sebab ternyata Sultan sama dengan laki-laki Taliban yang dia benci dengan segala ajaran fundamentalisnya. Iya saat isteri pertamanya,  Sharifa semakin lanjut, Sultan merasa butuh orang baru untuk mengurusnya. Semua keluarga tidak setuju, bahkan ibunya sendiri, tapi Sultan memberi tahu mereka bukan untuk minta restu, melainkan sekadar memberi tahu saja.

Umur Sultan ketika ingin menikahi Sonya adalah 50 tahun lebih. Sedangkan Sonya, masih 16 tahun. Tapi ada perstise tersendiri bagi keluarga Sonya yang memang miskin ketika anak gadisnya dipinang oleh orang terpandang seperti Sultan. Plus Sultan membayar mahar yang cukup fantastis, 300 kg beras, 150 kg minyak goreng, seekor sapi, beberapa ekor biri-bir, dan 15 juta uang Afgan (ini sama dengan Rp 3 juta).

Ya Sultan yang anti Taliban itu ternyata menganggap tak masalah untuk berpoligami. Saya selalu benci dengan teori poligami. Protes saya terhadap poligami adalah ketika pengusaha rumah makan Ayam Wong Solo mendeklarasikan cabang-cabang rumah makannya adalah caranya untuk menghidupi isteri-isterinya. Saya tidak pernah mau makan masakan rumah makan Ayam Wong Solo, bahkan minum atau duduk-duduk di rumah makan itu pun tidak. Ekstrim mungkin, tapi buat saya mengambil sikap itu penting ketimbang menya-menye ngga jelas.

Kembali ke Sultan, untuk menyakinkan keluarganya, Sultan berjanji akan berlaku adil terhadap isteri pertama dan kedua. Tapi pada prakteknya, Sultan suka membelikan kue kesukaan Sonya, untuk dimakan Sonya bersama anak Sonya. Bahkan Sultan sempat membiarkan Sharifa di Pakistan beberapa lama. Pasca serangan di menara kembar 11 September, Sultan harus mengungsikan keluarganya, termasuk Sharifa. Tapi Sharifa tidak langsung diboyong ke Kabul setelah keadaan membaik.

Tapi sebenarnya bukan hanya Sultan yang begitu. Sebab banyak laki-laki di sana yang merasa syahwat yang mereka punya harus disalurkan. Sedangkan untuk perempuan, syahwat atau nafsu adalah sesuatu yang asing. Atau kalau berani untuk dirasakan maka harus siap dengan risikonya.

Jadi ada satu cerita juga dalam buku ini yang menggambarkan kalau perempuan tidak boleh punya nafsu. Ketika perempuan berani untuk bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya dan keluarganya memergoki, maka perempuan itu akan dikurung di kamarnya, dipukuli, dimaki-maki, bahkan disebut perempuan sundal. Padahal perempuan itu hanya bertemu di taman dan tidak melakukan apa-apa.

Atau ketika ada seorang laki-laki yang berani menyatakan cinta, perempuan Kabul tidak boleh merasakan kupu-kupu di perutnya. Ini kejadian pada salah satu adik Sultan, Latifa yang ditaksir seorang laki-laki. Surat cinta sudah dikirim, jam tangan cantik sudah diberikan, bahkan berusaha untuk kencan singkat dengan mengantarkan Latifa ke Departemen Pendidikan agar mendapatkan ijin mengajar. Tapi Latifa tidak berani menerima cinta itu karena hanya Sultan, selaku kepala keluarga yang berhak memutuskan Latifa harus menerima pinangan yang dipaketkan dengan cinta dari siapa.

Dan dari ketiga hal di atas, ada satu bab yang berhasil membuat saya tersenyum lebar. Bab itu adalah, Tak Ada Izin Masuk ke Surga. Isinya tentang 16 dekrit ketika Taliban berkuasa, inilah dia:
  1. Larangan bagi wanita untuk memperlihatkan bagian tubuhnya.
  2. Larangan mendengarkan lagu.
  3. Larangan bercukur.
  4. Shalat wajib.
  5. Larangan memelihara burung merpati dan adu burung.
  6. Pembasmian narkotika dan penggunaanya.
  7. Larangan bermain layangan.
  8. Larangan memproduksi gambar.
  9. Larangan berjudi.
  10. Larangan mempunyai gaya rambut orang Inggris dan Amerika.
  11. Larangan atas bunga pinjaman, biaya menukar uang, dan biaya transaksi.
  12. Larangan mencuci baju di tepi sungai.
  13. Larangan memperdengarkan lagu dan menari dalam upacara pernikahan.
  14. Larangan bermain tambur.
  15. Larangan bagi penjahit untuk menjahit baju perempuan atau mengukur tubuh wanita.
  16. Larangan bermain sulap.
Ayo mau pilih larangan mana yang mau dipatuhi hihihii....Anyway buku ini bagus menurut saya, karena itu saya ingin membagikannya kepada kalian semua. Thanks to Nida yang meminjakan buku ini kepada saya.


Saturday, December 4, 2010

Cukup 3 Suku Kata, BE-RA-HI!

Foto dari sini
Belakangan otak saya tak mau berhenti merangkai kata-kata. Semua yang terjadi ingin dideskripsikan dengan analisa dan esai panjang. Dan kali ini, saya mau menyusup masuk ke dalam yang namanya berahi.


Kenapa berahi, karena beberapa waktu lalu saya mendiskusikan ini pada seorang sahabat. "Kenapa sih kita punya berahi?" Pertanyaan standar memang, sama standarnya kaya, "Kenapa sih Tuhan harus ada?" Atau, "Bahagia itu apa sih?"


Dan dari semua pertanyaan standar itu, kita akan selalu bertemu dengan yang namanya psikologi serta eksistensi. Oiya, saya lagi tergila-gila dengan psikologi. Enak kayanya mengklasifikasikan manusia ke dalam kotak-kotak penyimpangannya masing-masing hihihiiii.


Oke kembali ke topik, berahi atau nafsu kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

be·ra·hi 1 n perasaan cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin; 2 a sangat suka; sangat tertarik: 3 n Tern gejala yg timbul secara berkala pd ternak betina sbg perwujudan berahi untuk dikawinkan;


Yang lucu dari definisi di atas adalah, birahi gejala yang timbul secara berkala pada ternak betina sebagai perwujudan berahi untuk dikawinkan. Hahahaha kenapa cuman betina? Bahasanya itu loh, sebagai perwujudan untuk dikawinkan. Jadi seharusnya betina yang aktif dalam proses perkawinan karena berahi adalah gejala yang timbul secara berkala pada BETINA. Kalau masuk dalam klasifikasi binatang, saya yang adalah perempuan adalah betina. Jadi UNTUNG aku BETINA :D


Mari kita lihat bagaimana Oxford Dictionaries mendefinisikannya.

Lust :
noun : strong sexual desire:
[in singular] a passionate desire for something:
(usually lusts) chiefly Theologya sensuous appetite regarded as sinful;
verb : have strong sexual desire for someone or something


Yang menarik adalah kamus Oxford memasukkan terminologi sinful alias tindakan berdosa untuk mendefinisikan berahi atau nafsu. Saya jadi ingat, ketika membahas ini dengan sahabat saya, dia bilang, "Nafsu itu dititipin Tuhan ke manusia untuk memenuhi bumi. Hanya untuk beranak-pinak." Lalu jika memang demikian, mengapa nafsu dikategorikan sebagai sesuatu yang sinful? Bukankah Tuhan yang ingin kita beranak-pinak? Jangan langsung dijawab.


Pernah penasaran ngga sih kenapa kita bisa menyebut sekumpulan rasa jatuh cinta atau gejala naksir orang sebagai nafsu? Atau bahkan pernah bisa dengan jago membedakan nafsu dengan cinta? Coba minta bantuan Om Google untuk mengumpulkan literatur atau penelitian seputar nafsu. 


Ternyata yang membuat kita bisa bernafsu adalah amygdala. Ini adalah pusat segala emosi kita. Mau tau ukurannya sebesar apa? Hanya sebesar KACANG ALMON! Btw, amygdala itu bahasa latin untuk almon.
Iya si kacang almon dalam otak itu bisa membuat seluruh saraf-saraf yang ada di tubuh kita ikut bereaksi ketika merasakan berahi, mulai dari mata berbinar-binar, bibir melembut, payudara memuncah, sampai organ genital siap untuk menerima pasangannya. Dan ada penelitian lebih menarik dari University of Melbourne, mereka bilang, semakin besar 'kacang almon' yang ada di kepala kita maka dorongan berahinya makin besar hahaha entah mengapa saya tertawa geli membaca hasil penelitian itu. 


Ternyata cerita Daud mengalahkan Goliat tak hanya ada pada kitab suci, melainkan dalam sistem otak kita yang begitu rumit dan canggih. Buat saya, si 'kacang almon' dalam otak ini ibarat Daud yang mengalahkan sistem kesadaran manusia. Bayangin aja, dari bagian otak yang gede-gede itu, semuanya menyerah ketika amygdala bekerja dan mengirimkan sinyal untuk waktunya kawin.


Saya jadi mikir, apakah kawin, bersetubuh, bercinta, atau apalah itu sebutannya, menjadi sangat esensial dalam keutuhan manusia. Sebelum kita jawab secara esensial, coba simak bagaimana statistik berbicara soal persetubuhan. 


Seorang Philip Muskin, MD., dari Columbia University, menyebutkan, pasangan menikah ada yang melakukan hubungan seksual sebanyak 68,5 kali dalam setahun. Ini artinya dalam seminggu hanya 1.3 kali. Jadi si Muskin ini dapat datanya dari Newsweek magazine dan mereka menyebut pasangan suami-istri yang masuk dalam kategori itu sebagai sexless marriage. Datanya masih baru, yaitu 2002 dan survei ini dilakukan oleh University of Chicago melalui National Opinion Research Center Report.


Dari data itu akhirnya dibuat pembatasan yang lebih jelas, 15 sampai 20 persen pasangan masuk dalam kategori sexless marriage, hanya karena hubungan seksnya kurang dari 10 kali dalam setahun. Dan ujung dari semua ini adalah kualitas pernikahan yang terus menurun seiring dengan berkurangnya intensitas bercinta. Bercinta dan langgengnya pernikahan...disimpen dulu aja ya analisanya. Kita lihat data berikutnya.


Saat saya melihat data sexless marriage itu, saya bertanya, "Apa iya? Dikit amat" hahahaha. Secara alam bawah sadar, kita terlalu biasa mengaitkan kehangatan cinta dengan skin to skin contact. Tapi bercinta tuh sebenarnya bukan sekadar sentuhan tubuh dengan tubuh kan. Saya ingat beberapa kali menghadiri liputan soal pentingnya kualitas bercinta, pakar-pakar yang dihadirkan cukup jelas bercerita bahwa bercinta itu butuh teknik. Bukan sekadar buka baju dan terlentang. 


Harus paham mood pasangan, sepaham titik-titik rangsang mana saja yang bisa mempermudah kita sampai pada klimaks. Ngga cuman itu, kadang kala bercinta juga menuntut situasi yang nyaman. Dan kenyamanan setiap orang selalu berbeda-beda. Ada yang masuk akal dan pasti ada yang tidak masuk akal (saya ngga mau menjabarkan keduanya, takut jatuhnya menjadi hakim atas teknik bercinta). Yah semuanya sangat tergantung pada kebutuhan dan fantasi orang yang terlibat dalam aktivitas intim yang nama lainnya bercinta. 


Tapi bercinta juga menyangkut harga diri, pride. Pernah dengar, orang merasa malu setengah mati ketika mengalami gangguan seksual. Pakar-pakar seksologi yang saya jumpai di liputan itu selalu dengan lantang mengucapkan, gangguan seksual bukanlah akhir dunia, semua bisa diatasi tapi syaratnya mau ke dokter. Tahu kenapa pakar berbicara seperti itu, karena banyak yang malu memeriksakan diri. Mereka seolah mempertaruhkan harga dirinya ketika tahu ada orang lain (baca : dokter) yang menganalisa masalah seksualnya. Padahal mana yang lebih memalukan dari beli pil perkasa di pinggir jalan atau berkonsultasi dengan orang yang belajar lebih dari 5 tahun untuk memahami mengenai hubungan seksual.


Ya itu, sensasi merasa perkasa dari pasangan adalah kepuasan yang menyelinap dari aktivitas selangkangan. Hubungan seksual memang punya nilai menguasai dan terkuasai. Posisi dan ukuran adalah batasan yang sering kali menjadi tolak ukur kepuasan dalam bercinta. Ini semua berujung pada kebutuhan kita untuk diakui, seperti teorinya Abraham Maslow, pengakuan itu adalah legitimasi bahwa eksistensi kita bukan sekadar titik-titik imajiner. Jadi jangan heran kalau ada yang sampai depresi ketika merasa tidak ada pengakuan keperkasaan seksual dari pasangannya. 

Tapi mana sih yang lebih riil, jatuh cinta atau persetubuhan? Saya pernah dengar sebuah teori yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, tapi lucunya, banyak yang percaya pada keabsahannya.  Teori itu adalah, buat perempuan; tatap mata, berpegangan tangan, dan nyaman berbicara dengan pasangan itu adalah kenikmatan yang lebih dari bercinta. Sedangkan bagi laki-laki, kenikmatan bercinta mengarah pada kualitas bersetubuh.

Yang membuat teori ini muncul dan pelan-pelan diamini oleh banyak orang adalah, sistem sosial kita mengarahkan kita untuk percaya bahwa laki-laki adalah pengendali interaksi dalam persetubuhan. Dalam urusan bercinta, perempuan selalu dianggap yang pasif, tidak boleh berhasrat lebih. Lagi-lagi ini berbicara mengenai pembagian peran siapa yang berkuasa dan dikuasai. Parahnya, persepsi ini membuat banyak diantara masyarakat yang menyakini laki-laki memang paling lemah dalam mengendalikan ‘rudal kecilnya’. “Yah namanya juga laki-laki, paling tidak tahan kalau digoda.” Buat saya, ini adalah kutipan yang menyerah sebelum berperang. Kutipan absurdlah, karena saya percaya, laki-laki juga dikasih nalar. Plus jika kita menerima kutipan itu bulet-bulet, sama artinya kita mengakui bahwa dunia ini memang hanya dikenalikan oleh urusan selangkangan. Buat saya, hidup lebih luas dari sekadar sejengkal di bawah pusar.
Foto dari sini


       Menurut Helen Fisher, PhD., dari Rutgers University, jatuh cinta itu dibagi dalam 3 kategori. Pembagian kategorinya didasarkan pada bagaimana otak mempersepsikan nafsu (lust). Jadi si Fisher mengumumkan kategori itu di depan seluruh psikiater di Amerikan pada acara Pertemuan Tahunan American Psychiatric Association. Penasaran? Ini dia pembagiannya:    
  • Jatuh cinta yang didasarkan pada kebutuhan untuk mendapatkan hubungan seksual sebagai gratifikasi. Ini dikendalikan oleh hormon kita. Ya laki-laki dengan androgennya dan perempuan dengan estrogen. Benar-benar murni karena kita punya nafsu.

  • Jatuh cinta karena ada ketertarikan. Ini jatuhnya lebih kepada cinta yang romantis dan gairah cinta. Ada euphoria di dalamnya. Seperti merasakan ada kupu-kupu dalam perut dan mengalami kekacauan emosi ketika harus berhenti menyintai. Ini dikendalikan oleh kadar hormon dopamin yang tinggi yang juga membuat serotonin merosot. Dopamin adalah hormon yang membuat kita bisa merasakan senang, ini adalah opium alami dalam otak. Dan serotonin adalah hormon yang keluar setiap kali stres. Klasifikasi yang kedua ini mau bilang kalau jatuh cinta karena ketertarikan akan membuat kita secara konstan menstimulasi diri untuk jatuh cinta sama pasangan. Dengan begitu, hormon dopamin alias opium alami akan terus terproduksi sehingga kita merasa sangat euphorik alias mabuk. Tapi saat patah hati, kita akan kecanduan dan merasakan sakaw seperti tubuh kehilangan kendali untuk menjadi sadar.

  • Jatuh cinta muncul karena adanya kasih sayang. Ini jenis cinta yang tenang, damai, dan tetap memiliki rasa nyaman terhadap pasangan dalam waktu yang panjang. Lagi-lagi pengendalinya adalah hormon. Tapi kali ini adalah hormon oksitosin dan vasopressin yang berperan. Ini adalah hormon yang membuat kita merasa terikat (bukan terikat yang terkekang ya tapi lebih ke terikat yang dekat atau attach). 

Buat saya apa yang dibagikan Fisher sangat menarik, walaupun sebenarnya timbul pertanyaan apakah memang jatuh cinta dan nafsu menjadi sangat ilmiah. Ada satu kutipan Fisher yang menarik, “Don’t copulate with people you don’t want to fall in love with.” Karena kata si Fisher, kalau kita tetap nekat untuk bersetubuh dengan orang yang mungkin tidak bisa membuat kita jatuh cinta, maka kita hanya sekadar berada pada kategori pertama. Merasa jatuh cinta hanya karena merasa butuh bersetubuh, demi sebuah penyaluran dorongan hormon.


Lagi-lagi mentoknya ke pilihan. Tapi saya semakin menyadari bahwa semua pilihan yang ada itu selalu diawali dengan kesadaran. Tidak mungkin kita bisa melihat ada pilihan kalau kita tidak sadar ada situasi yang mengarahkan kita untuk memilih. Dan biasanya, kesadaran itu berawal dari stimulasi yang sangat kecil yang kemudian masuk dalam batas nalar untuk mengartikulasikan apa yang terjadi.


Saya lantas teringat salah satu episode di serial Mental yang saya tonton beberapa hari lalu. Serial yang membuai saya dengan isu psikologis dan kejiwaan ini bercerita, ada seorang istri yang tiba-tiba mengalami hiperseks. Di satu sisi, suaminya adalah pengidap obsessive compulsive disorder (ODC). Jadi si suami bersedia untuk dibuka otaknya agar bisa sedikit dibetulkan ‘kabel’ saraf yang membuat dia mengalami ODC. Walaupun sebenarnya operasi pembetulan kabel itu tak akan membuat dia berhenti menjadi pengidap ODC. Suaminya merasa perlu melakukan semua itu agar istrinya tidak jenuh dengan keteraturan suaminya dan bisa kembali membangun rumah tangga yang harmonis.


Nah saat suami tengah dalam pemeriksaan, si istri tiba-tiba menggoda semua orang yang ada di rumah sakit itu. Mulai dari pasien sampai kepala psikiater yang diperanin si ganteng Chris Vance. Tapi justru si Vance yang merasa, nih orang tidak normal dengan segala dorongan seksualnya dan meminta sang istri untuk melakukan MRI. Ternyata emang benar, ada masalah pada amygdala-nya. Ada tumor yang menempel yang membuat amygdala ikut membesar. Tumornya tidak berisiko membuat dia mati, hanya saja dia menjadi ingin bercinta dengan siapa saja. Dan hasrat bercinta itu lah yang mungkin bisa membuat dia mati karena terkena HIV/AIDS.


Singkat cerita, si istri kaga mau dioperasi awalnya. Karena dia menjadi lebih percaya diri ketika berhasil membuat banyak laki-laki menyerah dan menikmati tubuhnya. Dan rasa percaya diri adalah sesuatu yang dia cari selama ini, karena sebelumnya dia tidak merasa menarik sama sekali. Jadi ketika tiba-tiba itu tumor nempel di amygdala-nya ada sensasi berani mengakui diri sehingga sekecil apapun bahasa tubuh yang dia buat, pasti akan ditangkap sebagai sinyal daya tarik oleh lawan jenis.


Tapi si Vance berhasil buat dia sadar. Caranya, dengan membawa dia ke klub murahan yang dipenuhi oleh laki-laki yang secara penampilan fisik tidak bersih dan menarik. Vence bilang, rasa seksi dan percaya diri yang dia nikmatin sekarang bisa jadi membuat dia berkenalan dengan penyakit menular seksual. Dan ketika dia bertemu dengan penyakit menular seksual itu, si Vence ngingetin bahwa tidak akan ada lagi rasa percaya diri. Ya akhirnya si istri meminta Vence untuk menyuruh timnya mengangkat tumor yang ada di amygdala-nya, sambil bilang supaya suaminya tidak usah dioperasi. Alasannya, mengangkat tumor akan benar-benar menyelamatkan dirinya dan pernikahannya. Jadi batas nalarnya dia memilih untuk mau menjadi sadar.


Saya jadi kepikiran, sebenarnya ada kesamaan antara ‘aku cinta kamu’ dengan ‘berahi’. Dua-duanya bertumpu pada angka 3. “It only takes three words to win your heart and that’s words is I Love You,” ini senjata pamungkas semua umat ketika membuat pasangannya untuk terbuai asmara. Dan angka 3 lainnya adalah, “Hanya butuh 3 suku kata untuk membuatmu berbaring dengan pasrah merasakan kulitku, yaitu be-ra-hi.” Hahahahaa maaf kalau rada maksa ya, cuman berusaha membuat penutup yang tidak mengarah pada pilihan apapun. Karena saya percaya, kita semua punya kemampuan untuk menyadari pilihan mana yang membuat kita memanfaatkan bagian otak yang lain, selain amygdala.




Wednesday, November 10, 2010

Esai Cinta dalam Kesetiaan dan Perselingkuhan

Ini dia si Pygmalion
Tidak ada yang kebetulan dan pertanda. Boleh jadi ini adalah kedua hal yang saya percaya.  Jadi beberapa hari belakangan ini, saya menangkap cerita dan pertanda yang temanya sama, yaitu kesetiaan, cinta, dan perselingkuhan.

Oke tulisan ini bukan untuk membangkitkan macan tidur (baca: rasa sakit hati) yang berhasil saya tidurkan dengan obat bius (baca : harga diri) kelas wahid. Tapi saya tergerak karena banyak sekali cerita cinta yang menggelayut dengan seksi di hadapan saya.

Sebelum bercerita, saya ingin bertanya, ada yang kenal dengan Pygmalion? Ini adalah salah satu cerita mitologi Yunani yang akan membuat kita membelalakan mata atau justru menyimpulkan senyum seperti saya. Belakangan saya sering tersenyum memang kalau mengingat cerita tentang cinta…alah bahasanya kaya judul lagu.

Jadi Pgymalion adalah pematung terkenal dari Cyprus yang jatuh cinta dengan patung yang dibuatnya sendiri. Patungnya terbuat dari gading, berwarna putih dan memiliki liuk tubuh yang sempurna. Menurut si Pgymalion, patung indah yang dibuatnya itu sangat real dan menggoda untuk dimiliki. Maka dia meminta kepada dewi Venus untuk mengubahnya menjadi manusia. Perempuan utuh yang hidup dan bisa dicintainya secara real. Tapi sial, Pgymalion sepertinya laki-laki pemalu, karena dia tidak berani berkata jujur pada Dewi Venus. Lalu apakah dia tetap mencintai patung itu selamanya?

Namanya juga mitologi, entah angin apa yang berhembus, dewi Venus mengirim Cupid untuk mencium patung gading cantik itu. Bagian yang dicium pun sangat spesifik, jari manis! Ciuman Cupid mengubah patung Pygmalion menjadi perempuan cantik yang sesungguhnya. Tak hanya itu, ciuman di jari manis membuat Pgymalion dan si patung menjadi suami-istri. Dewi Venus mengabulkan permintaan Pygmalion yang tak terucap melalui ciuman maut Cupid.

Ah mitologi memang selalu beda tipis dengan sinetron, selalu diakhiri dengan kebahagiaan. Biar orang tidak kapok membaca mitologi Yunani dan menonton sinetron hahahahaha.

Sebenarnya perkenalan saya dengan Pygmalion tidak sengaja. Melalui National Geographic channel pada program Taboo yang mengangkat tema Strange Love. Mereka bercerita mengenai seorang laki-laki yang memilih menikah dengan boneka perempuan ketimbang perempuan beneran. Dalam dunia ilmu kejiwaan, pecinta boneka ini diibaratkan mirip si Pygmalion. Laki-laki yang menikahi boneka dalam feature Natgeo itu memberikan pembeda yang jelas antara perempuan boneka dengan perempuan benaran. Perempuan beneran alias manusia berkelamin perempuan adalah perempuan organik, sedangkan boneka perempuan adalah perempuan sintetik. Tahu alasannya kenapa dia memilih menikah dengan boneka yang ukuran dan bentuknya memang benar-benar mirip manusia berkelamin perempuan? Patah hati. Dia sering patah hati pada kehidupan nyata, baik itu patah hati karena perselingkuhan atau karena memang tidak cocok.

Saya yang memasuki fase menang hati ;D tentu terperangah dengan alasan dia. Saya berpikir orang ini pasti trauma berat dengan fase-fase patah hati.

Tapi memang sih, patah hati bukan bagian dari cerita hidup yang menyenangkan. Saya mengalaminya sendiri. Asam lambung naik setiap kali teringat hal-hal yang harus dilupakan. Pikiran tidak fokus karena berjuta pertanyaan menumpuk, mulai dari salah di mana, apa yang kurang, sampai semua yang dijalanin ini beneran atau rekayasa sih? Itu belum cukup, saya yang energi positifnya ibarat Saluran  Udara Tegangan Tinggi (SUTET) tiba-tiba anjlok dan yang dilakukan hanya menangis ngga karuan. Ah KEPARAT emang, mata saya sampai pedas ketika itu. Jika setiap sejarah dunia memiliki masa kegelapan, maka itulah masa kegelapan saya.

Saya pun melakukan riset kecil-kecilan, maklum saya termasuk orang yang ngga terima kalau dibilang menderita sendirian hahahaha. Ternyata patah hati memang tidak bisa menjadi proses yang menyenangkan. Seorang teman saya, bahkan sampai harus dikasih obat penenang sama keluarganya agar dia bisa tidur tenang. Tapi ketika itu, dia tidak tahu keluarganya ‘mencolek’ dokter untuk memberi resep obat penenang. Dan teman saya yang lain nyaris menabrakkan dirinya ke mobil di jalan raya ketika dia merasa cinta kekasihnya tiba-tiba hilang tanpa jejak. Rasanya tidak adil jika saya bilang saya beruntung, iya beruntung karena tidak pernah terpikir untuk bunuh diri demi patah hati. Lagi-lagi, saya terlalu mencintai hidup.

Pelan-pelan saya mengerti mengapa ada orang yang trauma dengan patah hati dan memilih untuk mencintai boneka. Bahkan orang itu bilang, “Perempuan sintetik ini tak hanya menyelamatkan saya dari rasa patah hati tapi juga tidak pernah membuat saya merasa canggung untuk berbicara apapun.” Dia mengakui bahwa dirinya memiliki keterbatasan kemampun untuk berinteraksi dengan sekitarnya. “Saya bingung apa yang harus saya katakan kepada mereka dan apakah mereka akan menerima apa yang saya katakan.” Bahasa sederhananya, orang ini sangat introvert dan anti sosial.

Tapi kalau dari sisi ilmu kejiwaan, orang-orang seperti ini tidak dianggap aneh. Ada penggolongan untuk karakter yang mereka punya, mereka dikategorikan mengalami Asperger disorder. Ini adalah gangguan interaksi sosial yang masuk dalam sepktrum Autisme. Jadi bahasa sederhananya, Asperger disorder ini kelas ringan dari Autisme yang ditandai dengan sulit berinteraksi dengan sekeliling mereka.
Jadi ketika patah hati dialami oleh yang memiliki Asperger disorder ya bisa dibayangkan apa yang terjadi, salah satunya adalah bersedia menikahi boneka. Tapi tahu apa yang saya kagumi dari pria yang menikahi boneka ini, “Saya cinta dia dan saya akan setia sampai maut memisahkan.” Kesetiaan. Dia berani setia untuk benda yang tidak bernyawa. Atau mungkin dia berani setia karena tahu perempuan sintetiknya tidak akan memberontak untuk segala apapun yang dia katakan dan lakukan.

Itu adalah contoh kesetiaan yang ideal dalam hubungan percintaan boneka yang monogami. Karena ternyata ada juga orang yang mencintai beberapa boneka. Layaknya keluarga poligami, si pemilik boneka harus menciptakan pengertian antar boneka-boneka yang sebelumnya ada. “Saya harus menjelaskan kepada mereka mengapa saya butuh boneka baru.” Husss jangan ketawa, tidak sopan menertawakan niat baik orang yang ingin menciptakan kedamaian dalam kekacauan rasa.

Sebelum membeli boneka baru, dia menjelaskan alasan yang membuat dia harus menambah anggota baru. Tujuannya sama, agar tidak ada rasa sakit hati antar boneka. Pengertian dan penjelasan juga diberikan kepada boneka baru.  “Jangan takut, mereka semua sudah mengerti dan menerima kehadiranmu,” ucapnya dengan tulus. Ah andai boneka itu bisa bicara pasti dia tidak mau dimadu hahahaha.

Sampai pada level itu, apa cinta dan kesetiaan menurut kalian semua? Jangan langsung dijawab, ada fakta berikutnya.

Di seri Taboo yang sama diceritakan juga sebuah konsep negotiation fidelity alias kesetiaan yang dinegosiasikan. Benda apa lagi ini. Jadi ada pasangan di Australia yang punya rumus soal perselingkuhan. Ayo yang suka selingkuh pasti suka topik ini hahahahahaha.

Jadi pasangan ini tidak menikah tapi mereka berkomitmen untuk saling setia. Plus mereka diperbolehkan untuk berhubungan dengan orang lain tapi hanya sebatas hubungan seksual. Menarik kan?!?  Jadi pasangan ini diperbolehkan flirting dengan siapa saja. Bahkan targetnya itu harus di bawa pulang untuk diperkenalkan ke pasangannya. Baru setelah itu bercinta dengan targetnya sambil pasangannya menunggu di luar.

Tahu kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka terlalu sering diselingkuhin dari hubungan sebelumnya, khususnya sang perempuan. Dia bahkan sampai mencari tahu kenapa laki-laki suka selingkuh. Percaya atau ngga, jawaban yang dia temuin adalah laki-laki menyimpan gen berburu perempuan, layaknya pejantan gemar mencari perhatian betina. Ketika mereka mencoba menaklukkan hati perempuan, adrenalin mereka terpacu. Inilah saat mereka menyadari kehilangan akal sehat dan kenekatan adalah definisi sederhana dari kelelakian mereka. 

Sedangkan yang terjadi pada perempuan adalah (ini murni analisa saya dari riset kecil-kecilan itu)  peranannya yang lebih banyak melindungi dan menenangkan membuat perempuan tidak akrab dengan adrenalin. Plus peran domestik membuat perempuan tidak biasa mengasah adrenalinnya dengan usaha pemburuan, jadi ya berselingkuh bukan untuk menunjukkan kegagahan adrenalin tapi untuk memuaskan jati dirinya sebagai pelindung.

Aneh mungkin, tapi disadari atau tidak, perempuan yang berselingkuh akan rela mengorbankan apa saja demi laki-laki yang menampilkan aroma adrenalinnya dengan lekat. Bagaimana saya sampai pada kesimpulan ini?

Pertama, perempuan yang ada di Natgeo itu bercerita bahwa ketika dia bisa mengetahui sendiri dengan siapa pasangannya bercinta maka dia merasa dia bisa mengawasi secara langsung apa yang terjadi. Tahu apa yang dilakukan perempuan itu saat pasangannya mengeluarkan suara-suara desahan bersama perempuan lain? Dia mewarnai kuku kakinya dengan kuteks. "Ngga cemburu mba?" Kira-kira begitulah sang narator bertanya. "Jika kita mencintai pasangan kita maka kita akan melakukan apa saja untuk membuat mereka bahagia. Dan apa yang dilakukannya sekarang adalah sesuatu yang membuat dia bahagia jadi ya tidak ada rasa cemburu." Makin banyak pertanyaan muncul? Sabar tulisan ini akan sangat panjang :D

Sebenarnya perempuan itu tetap cemburu, sebab dia membuat aturan dari ajaran perselingkuhan yang dinegosiasikan itu. Aturannya adalah, setelah adegan percintaan, tidak boleh ada pertemuan lanjutan. Semua harus berakhir sesaat pintu di tutup dan selingkuhan lenggang kangkung ke luar rumah. Jadi artinya, kalau pasangan melakukan pertemuan kedua, ketiga, atau keseratus secara diam-diam maka itu namanya perselingkuhan. See dalam konsep cinta yang seekstrim ini pun perselingkuhan tidak diterima.

Kedua, perempuan punya kemampuan untuk menyerahkan segala-galanya secara total. Menurut saya sih ini pengaruh anatomi, khususnya rahim. Ketika perempuan hamil, dia rela tubuhnya berubah total. Pada akhirnya perubahan total ini disebut pelengkap kehidupan. Oleh karena itu perempuan yang berselingkuh akan menelan semua pil pahit pengorbanan demi melengkapi cerita yang baru ditulis. Mulai dari dijadikan cinta kedua, disimpan dalam kotak, membatasi ekspresi dan kemunculan diri, tidak diakui, sampai memasang badan demi menghadapi berbagai caci maki dari sekitar. Tahu bagaimana perempuan yang berselingkuh mendefinisikan ini semua? "Ini adalah risiko yang saya pilih ketika harus mencintai dirinya." Atau lebih parah lagi, mereka akan melihat ini sebagai panggilan alam atas peran mereka sebagai pelindung.

Bicara soal perselingkuhan, saya jadi ingat pada Minggu (7/11) kemarin, tanpa sengaja saya dan Nida menghadiri Festival Film Eropa di TIM. Kita menyaksikan film dari Portugis yang berjudul O Misterio da Estrada de Sintra. Film ini menceritakan dua penulis novel yang tegah menggarap proyek menulis perselingkuhan para pejabat Portugis dan Inggris. Tau yang lucu apa dari film ini, semua yang selingkuh kena sifilis. Penyakit ini dijadikan cara untuk balas dendam pada pasangan yang berselingkuh. Bahkan salah satu tokoh mati di dalam novel karena sifilis. Maklum ketika itu antibiotik tidak sekuat sekarang. Dan nafsu selalu saja berhasil mengalahkan kepantasan termasuk kesadaran berhubungan secara sehat. Yah secara kesehatan (karena sekarang saya wartawan kesehatan) tidak setia pada pasangan akan menyebabkan penyakit menular seksual dan sifilis adalah salah satunya. Jadi siapa bilang perselingkuhan hanya bertabrakan dengan norma, dunia kesehatan juga memandangkan sebagai ketidakwajaran.

Oke kembali ke topik. Tahu apa lagi yang absurd dari kesetiaan, cinta, dan perselingkuhan? Rasa cinta tidak selalu dihubungkan dengan sesuatu yang memiliki fisik. Pernah dengar kalau di Jepang ada anak muda yang jatuh cinta pada tokoh anime. Dan yang dimaksud dengan jatuh cinta adalah bersedia menikah dengan video game yang membuat tokoh tersebut hidup. Iya ini betulan, Astried, salah satu sahabat saya, menunjukkan video youtube-nya kepada saya. Dia mengucapkan janji setia secara online kepada masyarakat pencinta games online di Jepang. Dia bahkan mengenakan jas terbaik dengan wajah yang berseri-seri. Tahu bagaimana laki-laki pecinta anime ini mengartikan cintanya pada tokoh anime yang semua pembicaraanya sudah diprogram. "Saya suka karakternya, dia perempuan yang saya cari." Dan ketika ditanya apa dia ngga takut dibilang aneh karena mencintai video game? Laki-laki muda itu bilang,"Saya berharap satu saat nanti, semua orang bisa menerima konsep mencintai kepada siapa pun, baik yang berwujud maupun tidak."

Ketika ditanya apa yang jadi alasan dia mencintai perempuan dalam bentuk video game, laki-laki itu menjawab kalau perempuan anime tidak bikin pusing. Yang dimaksud dengan pusing adalah menuntut banyak demi sebuah konsep take and give.

Iya dalam hubungan cinta yang ideal, take and give adalah rumus dasarnya. Itu kenapa ada istilah cinta itu ada ketika kedua tangan bertepuk bersamaan. Keduanya harus saling memberi dan menerima. Kalau hanya satu yang memberi atau menerima maka cinta jadi beban. Apa iya cinta itu harusnya membebani?

Pada akhirnya semua harus memilih, termasuk pelaku perselingkuhan. Tahu apa alasan mereka yang melakukan perselingkuhan saat mengakhiri hubungan dengan kekasihnya. Aku tidak ingin menyakiti (baca : membebani) kamu, karena rasa ini terlalu besar untuk dibendung. Atau, aku masih sayang tapi rasanya tidak seperti dulu. Lalu biasanya yang tahu bahwa dia terlibat dalam perselingkuhan akan bilang, "Maaf saya datang di waktu yang salah." Atau, “Maaf semua terjadi begitu saja.”

Tapi apa iya cinta mengenal salah waktu? Atau apa iya, kita tiba-tiba jatuh cinta pada seseorang tanpa bisa mengerti bagaimana semuanya terjadi Mmmm...saya rasa sih cinta adalah sebuah kesempatan dan kesadaran. Sama seperti perselingkuhan, dia adalah kesempatan dan sebuah kesadaran. Semua orang diberi kesempatan untuk jatuh cinta dan selingkuh. Porsinya sama menurut saya. Kesempatan untuk jatuh cinta sama besarnya dengan kesempatan untuk selingkuh. Pembedanya adalah seberapa sadar kita memaknai itu semua. Dan kesadaran akan membuat kita bertemu pada batas kewajaran, apakah ini masuk benar atau tidak.

Belakangan, saya dijadikan tempat curhat oleh teman-teman saya. Temanya sama tentang cinta dan perselingkuhan. Kata mereka, "Priska sekarang lebih matang dan dia semakin lembut plus berani menghadapi segala kerumitan tentang cinta."  Jadi mereka merasa saya bisa membantu mereka keluar dari kerumitan cinta dan perselingkuhan. Malah pernah dalam satu hari saya menyarakan seorang teman saya untuk berani jatuh cinta lagi dan seorang lainnya agar berani memutuskan hubungannya. Yang saya lakukan sebenarnya hanya membuat mereka berbicara dengan kata hati mereka dan sedikit memberikan gambaran realitas soal menjalin serta melepaskan cinta dengan harga diri. Tahu apa tandanya jika apa yang kita putuskan benar? Lega. Rasa lega adalah kejujuran realitas yang bisa kita nikmati dengan tulus.

Tapi apa iya cinta itu membuat kita tidak sadar sehingga kita tidak bisa memilih dengan akal sehat? Mari kita lihat bagaimana ilmu kedokteran mengartikan jatuh cinta? Saat kita bahagia, otak mengeluarkan hormon oksitosin dan jatuh cinta biasanya diidentikan dengan perasaan bahagia. Itu kenapa hormon oksitosin juga disebut sebagai hormon cinta.

Ini bukan sembarang hormon. Oksitosin adalah hormon yang kerjanya seperti opium, membuat kita melayang dan kecanduan. Maka jangan heran kalau kita jatuh cinta, rasanya rela membelah dada ini untuk membuktikan bahwa di dalam jantung kita ada namanya...Hahahaha dangdut bener ini. Dan jangan juga heran kalau saat kita tiba-tiba diminta untuk berhenti mencintai seseorang yang selama ini menjadi belahan jiwa, maka kita akan seperti orang sakaw yang minta dihilangkan rasa sakitnya.

Saya pernah menulis tentang bagaimana otak merespon patah hati untuk website yang menggaji saya setiap bulan. Penelitian membuktikan, patah hati akan membuat orang butuh waktu lama untuk kembali normal karena hormon cinta kita dimatikan dosisnya. Padahal hormon cinta ini juga bekerja untuk membuat kita tenang dan sehat.

Karena cinta kita dicabut dari akarnya secara tiba-tiba, kepala kehilangan stimulasi untuk mengeluarkan oksitosin. Alhasil tubuh sakaw dan minta pasokan opium baru. Apa yang kita lakukan? Bisa menabrakan diri ke mobil agar mantan pasangan melihatnya sebagai pengorbanan, plus cara untuk mengakiri sakaw karena cinta. Atau bisa juga bangkit dan meninggalkan semua memori tentang cinta karena bisa memiliki positif energi sehingga nyala hormon oksitosin bisa disulut. Seperti saya :D

Jadi ya cinta memang membuat kita tidak masuk akal. Sama seperti ketika kita patah hati, semuanya bisa jadi sangat tidak masuk akal. Tapi lagi-lagi kita diberi kesadaran untuk memilih. Apakah kita akan dengan sukarela memilih menjadi tidak masuk akal atau sebaliknya? Saya rasa ketika kita bisa merasakan jatuh cinta maka kita telah memasuki satu tahap kedewasaan. Biologi menandai masa transisi dari anak-anak menuju remaja dengan adanya ketertarikan terhadap seseorang. Jadi sebagai orang dewasa, harusnya kita punya kesadaran yang baik dalam memilih. Tidak sekadar terbuai dengan efek opium yang sebenarnya dengan sadar bisa kita picu sendiri.
By:

sh1va-frozen

Mau tau bagaimana mengeluarkan opium alami dalam otak, salah satunya adalah melalui sentuhan. Sebab kulit adalah organ terbesar manusia yang dilengkapi dengan jutaan syaraf untuk mengirimkan signal ke dalam otak. Jadi jangan pernah meremehkan efek sentuhan.

Melihat analisa panjang ini, saya menyadari betapa cinta begitu rapuh. Apa kalau begitu kita memilih dengan sadar saja untuk tidak mencintai siapa pun. Bagaimana menurut kalian?

Setidaknya ada 2 orang yang saya tahu menjadikan kesendirian sebagai pilihan. Seorang yang pertama bahkan sudah dengan tegas mendeklarasikan tidak akan pernah menikah dan tidak menjadikan jatuh cinta sebagai kebutuhan. Alasannya, dia sangat mencintai kemandiriannya. Pilihan ini bukan karena dia patah hati tapi karena dia sangat puas dengan individualitas yang dia punya. "Semua kepuasan bisa gue dapatin sendiri, jadi buat apa butuh pasangan." Aneh? Tidak juga, saya justru kagum sama dia karena berani memilih sesuatu demi dirinya. Dia mengerti apa yang menjadi kepuasaannya sendiri.

Sedangkan seorang yang lain, memilih sendiri karena merasa tidak ada yang bisa menjamin kesetiaan. Iya manusia terlalu egois untuk memuaskan egonya sendiri. Jadi dari pada memaksakan diri untuk tetap setia atau meminta orang lain setia, lebih baik setia pada pilihan untuk menyendiri. Apa ini aneh? Tidak juga, saya sih selalu kagum dengan pilihan-pilihan di luar kotak. Buat saya, pemikiran di luar kotak sama dengan kelinci yang berani keluar dari topi sulap seperti dalam cerita Dunia Shopie. Mereka lah penantang hidup sesungguhnya.

Jika saya ditanya, apakah lebih memilih sendiri atau tetap jatuh cinta? Jawabannya sederhana, saya sangat mencintai hidup. Dan elemen terpenting dalam hidup adalah cinta, jadi saya memilih jatuh cinta. Walaupun teman saya yang memilih untuk menyendiri itu, telah menggoda saya dengan kebebasan yang menggiurkan. "Kita bisa menikmati dunia di mana aja dan kapan aja tanpa perlu negosiasi dengan orang lain yang belum tentu sempurna menyerahkan diri." Hahahahaha...saya sih hanya bilang, "Jatuh cinta bikin gue centil dan gw suka jadi orang centil....hahahaha." 

No, saya hanya merasa pilihan saya ya itu berpasangan. Karena saya suka rasa yang dikirimkan seluruh inci dari tubuh saya ke dalam pancaran mata saya. Iya, jatuh cinta buat saya 10 tahun lebih muda hahahahaha. Plus saya suka bagaimana tubuh saya bereaksi ketika saya memeluk, menyentuh, dan mencium kekasih hati saya dengan kehangatan. Saya juga suka ketika saya harus bermanja-manja atau ngambek ngga jelas demi sebuah perhatian. Dan rasanya semua itu akan saya dapat ketika saya berpasangan hehehehe. Makanya saya ngga sabar untuk jatuh cinta lagi :D

Ah kayanya enak kalau saya jadi Dewi Venus yang bisa dengan sesuka hati meminta Cupid mengarahkan panah asmara ke setiap laki-laki yang saya mau. Tapi kalau begitu bukan kah cinta jadi sebuah produk egois yang direkayasa. Bukankah cinta salah satu anugrah yang Tuhan beri?

Ngomong-ngomong soal Tuhan ya, saya jadi berpikir, sebenarnya konsep rela berkorban demi cinta itu datangnya dari proyek egois Tuhan yang mau hanya ada Dia di dalam kepala kita. Rasanya semua agama berbicara demikian, bahwa tidak boleh ada Allah lain dihadapanKu. Atau hanya Aku-lah Allah yang Maha Besar.

Tuhan juga butuh pengakuan dan ingin digilai hanya oleh kita. Bahkan hubungan Tuhan dan manusia sama rapuhnya dengan hubungan cinta manusia. Ada waktu di mana Tuhan merasa perlu ngambek sama manusia karena manusia mengabaikannya. Tapi ada waktu juga di mana Tuhan tergila-gila pada manusia. Caranya, membuai manusia dengan segala keindahan dan kenikmatan hidup.

Sebenarnya konsep setia dan monogami, semuanya berawal dari bagaimana agama coba memasangkan Tuhan dengan manusia. Bahkan pendeta saya pernah cerita kalau Tuhan dan manusia itu ibarat pengantin pria dengan pengantin wanita. Keduanya saling memberi cinta dan setia dalam bercinta. Ada konsep take and give dalam hubungan keduanya. Dan tidak jarang juga kita jadi kehilangan akal sehat ketika coba 'bercinta' dengan Tuhan.

Buktinya kita suka melihat ada orang yang saking jatuh cinta dengan Tuhan akan membunuh orang lain karena menjelek-jelekan kekasih hatinya (baca: Tuhan). Atau ada juga orang yang rela menyerahkan tubuh dan hidupnya demi menguduskan kesetiaanya pada Tuhan.

Semuanya pilihan, klise memang tapi pilihan mendefinisikan hidup yang kita jalani. Apakah kita mau menjadi pencinta boneka yang monogami atau poligami? Bisa jadi kita juga memilih untuk berpasangan dengan setia atau kerap selingkuh atau mungkin setia yang dinegosiasikan? Tidak salah juga untuk memilih setia pada kesendirian dan mengendalikan hidup dengan kemandirian serta keberanian menaklukkan dunia. Bahkan jika kita memilih untuk menikahi figur anime di video game, buat saya itu juga pilihan dan saya menghargai mereka dengan ketulusan yang saya punya untuk menerima mereka. Setidaknya mereka berani memilih karena suka atau tidak hidup kita terlalu rapuh untuk dibiarkan tanpa pilihan.

Jadi mau pilih yang mana, setia, cinta, atau selingkuh? Saran saya, pilihlah dengan sadar karena otak kita terlalu besar untuk hanya digunakan sebagai mesin pengoperasi insting. 

Wow....akhirnya setelah 2 hari 3 malam mendengarkan cerita, mengamati, dan merenung akhirnya tulisan ini jadi juga :D Berharap tulisan ini akan membuat teman-teman yang menjadikan saya tempat curhat untuk cerita tentang cinta, punya keberanian untuk memilih dengan kesadaran yang utuh tidak sekadar dibayangi rasa trauma atau euforia opium oksitosin. Jadi apa pilihan kalian?