Monday, March 29, 2010

Komunikasi Itu Sulit

Malam ini saya menyadari bahwa setiap kata-kata sulit untuk dihapus. Irreversible, istilah ilmu komunikasinya.

Padahal tadi pagi saya tulis terminologi itu dalam salah satu artikel saya yang membahas mengenai bagaimana membuat anak-anak mendengarkan orangtuanya. Yaitu, ketika marah, jangan pernah bilang "Dasar anak bandel". Sebab selain anak-anak lebih cepat merekam kata-kata negatif, kata-kata juga sulit dihapus. Ya sesuai terminologi komunikasi tadi. Lantas saya mengajak pembaca saya untuk lebih memilih membuat anaknya mengerti bahwa marah berlebihan hanya menghabiskan energi.

Saya amat paham, betapa sulit mengerem kata-kata negatif keluar dari mulut. Maklum, saya termasuk orang yang frontal alias ceplas-ceplos. Saya terlalu ekspresif dan amat ngemar ngecengin teman-teman saya. Salah seorang teman liputan, menyebut saya kompor meleduk karena suka menggiring massa untuk menyerang satu orang.

Kadang-kadang kalau saya sadar, cengan saya berlebihan, saya akan minta maaf. Walaupun saya tahu ngga gampang memaafkan saya, karena udah dipermalukan duluan baru saya minta maaf. Itu kenapa, saya lebih memilih orang-orang tertentu untuk menjadi pelampiasan blongnya rem kata-kata saya. Alias, hanya ngecengin yang orang-orang terdekat saja.

Tapi bukan berarti penyaringan itu membuat orang-orang terdekat saya aman dari sakit hati yang timbul dari kata-kata yang berseliweran dari mulut saya. Bahkan mungkin ada yang menjadi tidak nyaman dengan kehadiran saya. Maka kadang-kadang saya bisa sangat sensitif ketika ada perubahaan sikap dari orang-orang terdekat saya. Yang terlintas dipikiran saya, jangan-jangan gua salah ngomong nih.

Bila sudah sampai tahap merasa seperti itu, saya bisa drastis mengerem kata-kata pada orang tersebut. Saya bisa menjadi santun dan formal kepada dia. Bagus mungkin, karena meminimalisir bertambahnya korban sakit hati. Tapi pertanyaan bijaknya, kenapa mesti nunggu sakit hati kan? Yah inilah kedunguan manusia, baru sadar kalau udah ada efeknya.

Mungkin ngga sih, Tuhan mikir kalau ngga dikasih proses sadar dari kesalahan, manusia sulit menjadi matang sesuai masanya. Tapi kalau dipikir lagi, bukannya Tuhan cinta perasaan damai ya, tanpa iri dengki? Trus kenapa mesti ada perasaan sakit hati? Jangan jawab bahwa semuanya ada hitam dan putih ya. Kalau ada damai ya mesti dilengkapi dengan sakit hati. Buat saya, jawaban ini ngga buat para ahli teologia atau pencari kebenaran menemukan esensi hidup. Datar kalau cuman begitu aja.

Tiba-tiba, dari situasi ngga enak hati karena sakit hati dari kata-kata yang kurang tepat dari seseorang, saya jadi bertanya banyak hal. Dan kebanyakan pertanyaan itu soal komunikasi.

Saya baru saya mengantar seorang perempuan Jepang yang menggilai King of Convinience (KOC). KOC manggung di Paris, dia ke sana. Dan di Indonesia, dia rela nonton di Bandung dan Jakarta demi dua laki-laki ganteng itu.

Bahasa Ingrrisnya terbata-bata, saya dan teman-teman juga sesekali lupa bahasa Inggris. Ada yang mencoba berbahasa Jepang, dan sedikit terbata-bata juga. Dan hebatnya dari komunikasi terbata-bata ini adalah kadang kala, kalimatnya belum selesai lawan bicara kita yang beda bangsa itu langsung paham. Akhirnya dua-dua akan mengangguk atau tertawa, simbol kesepahaman.

Padahal kalau dirunut, kita adalah dua orang berbeda dari dua kebudayaan berbeda dan bahasa ibu yang berbeda. Tapi justru lebih ngerti dengan bahasa terbata-bata. Bahkan ketika coba saling ngecengin dengan kemampuan bahasa terbata-bata itu, tanpa menyelesaikan kalimat, dua-duanya sudah saling mengerti. Seolah gesture tubuh dan ekspresi melengkapi jurang pemahaman yang ada dalam bahasa terbata-bata.

Duh kenapa seperti keluar dari konteks ya, semakin keliatan kayanya saya coba melarikan diri dari kesalahan kata yang sulit dihapuskan dari seseorang. Yah sudahlah intinya, komunikasi itu sulit. Dan lebih sulit lagi membuat dua orang berada dalam rasa kata, kalimat, dan aksentuasi kalimat yang berbeda untuk masuk dalam level pemahaman bahwa semua kata-kata baik adanya. Karena yang membedakan hanya siapa yang mengatakan.

Dan ketika yang mengatakan adalah orang terdekat, kata-kata yang sulit terhapus semakin tegas. Kembali mengambil teori komunikasi karena kadang kalau lebih penting melihat siapa yang berbicara ketimbang apa yang dibicarakan. Who says what, to whom, with what channel, and with what effect. Jadi semakin dekat kualitas hubungannya, saluran komunikasinya memang makin dekat tapi efek yang ditimbulkan juga makin kuat. Artinya makin salah ngomong makin susah diluapin, bila yang ngomong itu orang terdekat. Yah mesti ngerem kata-kata nih kayanya.

Sunday, March 21, 2010

Esensi Berpasangan

Tiba-tiba berpikir kenapa agama sering kali mendengungkan betapa pentingnya berpasang-pasangan. Mungkin karena saya kangen berat dengan pacar saya hihihihih...oke it's starting out of the context.

Saya sih merasa butuh berpasangan, karena saya senang merasakan jatuh cinta. Senang berbagi kecupan dan pelukan dengan pasangan saya. Walaupun memang dua kepala berisi 2 hal yang berbeda, kisah cinta saya juga diisi denga berkali-kali ngambekan. Tapi ya senang aja bisa tahu kalau kita bisa manja-manjaan dan cerita apa aja ke orang yang mau memahami kita.

Ngga jarang juga sih saya ngerasa membagi keindividualan saya dengan pacar. Kaya kalau kita mau jalan-jalan sama teman, merasa perlu untuk laporan. Atau ketika memiliki impian menyangkut masa depan, ada kebutuhan untuk menanyakan apakah itu akan mengganggu keberlanjutan hubungan kita.



Walaupun sebenarnya, pacar saya ngga akan menghambat saya, bahkan dia akan cenderung membantu. Namun seperti ada kode etiknya kalau berpacaran harus membagikan sebagian keakuan kita kepada pasangan.

Pada beberapa hubungan, situasi membagikan keakuan ini sering kebablasan hingga atas nama cinta, merasa berhak untuk membatasi ruang gerak. Jika sampai pada level kritis ini, kita pasti bertanya, ngapain harus berpasangan? Bukankah esensi diri adalah kita berhasil menikmati keakuan kita.

Seorang sahabat saya yang nyentrik bahkan berani memutuskan untuk hidup melajang selamanya. Dia bilang, "Gw sangan menyintai keakuan gw sampe merasa ngga butuh berbagi dengan siapa-siapa, khususnya laki-laki."

Beberapa orang menanggapi keputusannya sebagai wujud sakit hati dari laki-laki. Malah ada yang bertanya, apakah dia pernah mengalami trauma parah hihihi. Tapi buat saya, itu hanya keputusan biasa seperti saya memilih berbagi hidup dengan pacar saya. Mungkin karena saya melihat sendiri betapa hidupnya sahabat saya ketika dia berjalan sendirian di teriknya Jakarta. I mean, litteraly walking karena dia suka jalan kaki. Atau ketika dia cerita dia mau ke gunung halimun sendirian atau ke karimun jawa sendirian. Buat saya, ya itulah dia.

Tapi pernah juga sih saya bertanya, kenapa gw ngga kepikiran untuk melakukan itu lagi ya. Dulu waktu belum pacaran, saya dan teman-teman merencanakan ke luar kota. Walaupun sedikit yang terkabul. Atau menghayal punya perpustakaan bareng dengan teman-teman itu.

Sekarang malah kebalikannya, saya merasa lebih seru jalan-jalan sama pacar saya. Seru aja, karena saya bisa manja-manjaan. To be honest saya termasuk orang yg ngga mau repot kalau jalan-jalan. Pokoknya harus nyaman. Dan pacar sendiri lebih nyaman direpotin ketimbang teman kan hihihihihi.

Soal perpustakaan juga, saya pengen punya perpustakaan bareng pacar saya nantinya di rumah kita berdua. Bahkan saya berjanji untuk membeli buku di negara-negara yang saya kunjungi. Tujuannya untuk melengkapi perpustakaan masa depan. Amin :D

Pada tahap ini, apa kita bisa bilang ternyata membagi keakuan bukanlah hal yang mengancam status individualitas kita. Karena pada intinya, sebagian besar hidup manusia diisi dengan saling berbagi. Apakah dengan sahabat, keluarga, atau pacar.

Jadi seharusnya, agama menekankan nikmatilah hidup dengan berbagi banyak hal kepada semua orang yang membuat kita nyaman. Kalau kita nyaman untuk berpasangan (baca: berbagi hidup) dengan teman-teman, maka nikmati. Dan hal yang sama juga terjadi jika kita merasa nyaman berpasangan dengan pacar. Yah berpasangan tidak harus mengenal jenis kelamin karena bagaimana pun juga berpasangan lebih baik dari pada sendiri. Sebab semuanya mengenai mari berbagi :D

Saturday, March 20, 2010

Only with Strenght and Hope

Saya lagi dibuai oleh duet suami-isteri yang luar biasa, Endah and Rhesa. Duo bergaya nyentrik dengan permainan yang sangat apik.

Awalnya, saya diberi CD yang berisi band-band Indie oleh sahabat saya Hanida yang akrab dipanggil Nida. Mulai dari Sore, Efek Rumah Kaca, Endah and Resa, sampai King Of Convenience. Semua band punya kharismanya masing-masing. Benar-benar menghipnotis dengan cara yang beda.

Tapi ketika saya mendengarkan Endah and Rhesa, yang terbayang adalah Norah Jones. Dulu sewaktu kuliah, saya menggilai Norah Jones. Saya memutar lagunya berulang-ulang, sampai pita kasetnya meletot tapi Norah tetap bernyanyi buat saya :D Perjalanan Bandung-Jatinangor melalui jalan tol yang masih banyak sawah itu memberikan romantisme tersendiri buat saya. Plus saat itu, untuk mengejar kuliah pagi, saya harus jalan dengan suasana sedikit berembun di tol yang sepi. Ah nikmati sekali.

Bahkan setiap kali saya pulang ke Jakarta dengan kereta, Norah Jones membuat saya menghayal bernyanyi di tengah sawah-sawah itu dengan gaya baju Erika Badu. Gosh, her voice really fly me away.

Dan ini juga yang saya rasakan ketika mendengar Endah and Rhesa. Di atas "pohon beton" saya nangkring di lantai 14. Tepat di dalam gedung berkaca yang membantu saya melihat Jakarta dengan jarak pandang yang bisa sampai arah Kelapa Gading. Endah and Rhesa membuat saya menjalani deadline-deadline dan tuntutan kantor dengan lebih relaks.

Saya terselamatkan dari tekanan sekitar yang kadang kala ngga masuk akal. Hanya karena hal sepele yang tak perlu dibuat emosi, semuanya bisa buyar dan menelan ludah kepahitan. Tapi Endah and Rhesa bernyanyi buat saya. Judulnya Thousand Candles Lighted. Gosh kata-katanya puitis banget dan benar-benar membantu kita untuk membuka mata bahwa Only with strength and hope we bring a better tomorrow.

Saya semakin percaya bahwa setiap hal yang kita lakukan hari ini akan membuat setiap kata-kata doa yang dinyalakan akan membawa hari esok yang lebih baik. Bahwa setiap bunga yang merekah adalah bukti setiap pergantian hari adalah sebuah keindahan.

Dan saya berbicara dengan Sang Pencipta Kehidupan dengan banyak medium. Termasuk ketika dengan sengaja Dia membawa saya pada penampilan live Endah and Rhesa di acara launching produk shampoo wanita. Saya merinding melihat cara mereka berkomunikasi melalu lagu. Bahkan sesekali Endah menggoda Rhesa dengan kata-kata centilnya mengenai rambut keriting sang Suami. But hey, they talking about love. Matanya, bahasa tubuhnya, petikan gitarnya, semua berbicara mengenai kesempurnaan satu sama lain ketika bersama.

Cinta yang sempurna, rasanya itu yang membuat mereka bisa begitu santai membawakan lagu-lagu. Karena itu sudah mengalir dalam keseharian mereka. Dan mereka benar-benar berbicara bahwa akan selalu ada esok yang lebih baik, only with strength and hope. Makasih ya Sang Pencipta Keindahan, untuk semangat baru yang dialunkan melalui mereka berdua. Terima kasih untuk kepercayaanya membuat saya bisa menikmati semua ini. Yuk kita main bareng lagi, udah lama kayanya kita ngga berbicara dari hati ke hati. Thanks for Your short note trough this marvelous couple.




Thousand Candles Lighted

Thousand Candles Lighted, and each candle is a prayer
Let us break the darkness through this little candle light
Let us throw the darkness through this little candle light

Thousand flowers bloom, and each flower is a hope
Let us be the people who bring a better tomorrow
With strength and hope we cover it by love

Only with strength and hope we bring a better tomorrow
Only with strength and hope we build a better tomorrow

I know someone standing forward in his believe in
The most person with a big hope and strength
And a part of him has grown in me
Inspired my whole life
he brings me to a new vision of life.. as time goes by

even death do us part
separate us in a distance but not in heart
but the spirit stay somewhere in my heart
give me a reason to never giving up

and he’s not afraid of the dark
cause the dark is part of our life
but he’s worry for the dimness,
cause the dimness means you’re giving up

Saturday, March 13, 2010

Surat cinta untuk sayang

Aku ngga bisa bobo...udh jam 2 malem dan sebenarnya mata udh kiyep2...tapi males bobo...Yang kepikiran cuman, "Aku sayang kamu ya sayang."

Besok kita pacaran ya :D