Monday, April 27, 2009

Makan Siang ala Komandan Polisi

Siang ini, saya dan pacar saya memilih untuk makan siang di Gado-Gado Bobplo. Maklum, pacar saya baru tiba dari pengembaraanya di negeri Jiran. Jadi hasrat untuk makan-makanan tradisional menggebu-gebu. Kembali ke lidah asal.

Saat kami sedang menikmati gado-gado yang identik dengan bumbu kacang yang kental, tiba-tiba ada seorang Bapa mengisi bangku-bangku di hadapan kami. Satu meja terdiri dari empat bangku dan Bapa berkulit putih itu menempati satu meja khusus. Gayanya sangat santai sekali, tidak terlihat kelaparan berat seperti kami.

Tidak lama setelah Bapa itu duduk, datang seorang pria tinggi menyeret kursi dari meja sebelah Bapa tersebut. Pria tinggi berseragam coklat ini dengan cekatan memanggil pelayan. Setelah pelayan menangkap lambaian tangan, pria tinggi berseragam, mengarahkan telunjukkan ke meja Bapa putih bertubuh sedikit gempal.

Ternyata pria tinggi berseragam tidak sendiri, di belakangnya tegap berjalan dua polisi. Dua polisi menyeret bangku dari meja yang sama dengan pria tinggi berseragam. Saya berbisik pada pacar saya,"Kenapa mereka ngga duduk satu meja aja ya yang?" Pacar saya hanya membalas, "Psssttt...nanti kedengaran."

Belakangan, datang juga seorang pria bersafari hitam dan berkaca mata. Pria tinggi berseragam, menyilahkan pria bersafari untuk duduk di sampingnya. Saya berasumsi, pria putih berbadan gempal itu pastilah petinggi instansi tertentu. Pria tinggi berseragam adalah ajudannya, ini diperkuat karena selalu membawa tas hitam yang menyerupai agenda. Sedangkan pria bersafari hitam adalah supirnya.

Sang pria putih berbadan gempal, selesai memesan makanan dan meminta sesuatu pada ajudannya. Yang terdengar oleh saya, hanyalah balasan Sang Ajudan. "Siap komandan," seraya menyerahkan dua buah handphone.

Komandan menekan keypad dan berbicara, "Tadi pagi, saya sampai bandara jam 09.30 ...." saya tidak mendengar jelas apa kata komandan ini karena lagu yang diputar restoran berpadu dengan suara hujan yang deras. "Saya sudah lama pakai jasa perusahaan Anda."

Tidak lama kemudian, makanan komandan datang. Tungku kecil berwarna perak mengeluarkan asap dengan aroma yang nikmat. Sang Komandan,kembali memanggil ajudannya. Memberikan perintah dan ajudan pun menghampiri pelayan. Sesaat kemudian,pelayan datang membawa gelas berisi air panas.

Air panas diterima dengan sigap dan memasukkan sendok serta garpu ke dalamnya. Setelah terendam beberapa detik, komandan mengangkat sendok garpu tersebut dan mengelapnya dengan tisu. "Wah higienis sekali," batin saya.

Tiba giliran pelayan mengantarkan makanan para pendamping komandan. Uniknya sebelum makan, mereka punya kata sandi. "Mohon ijin komandan untuk makan." Sang komandan dengan santai atau bahkan setengah tidak peduli karena sedang menikmati makananya hanya mengganggukkan kepala.

"Wah makan aja minta ijin," saya tidak tahan untuk tidak berkomentar. Pacar saya yang awalnya tidak peduli untuk berkomentar, akhirnya mengeluarkan suara, "Hah masa sih?!?"

Mereka makan selahapnya dan usai komandan selesai makan, ajudan memberikan sebungkus rokok dan matches. Sang Komandan menyalakan rokok sambil menghisap dalam-dalam. Saat kepulan asap rokok dihembuskan, handphone komandan berbunyi. "Iya, saya ini sebenarnya ingin marah kepada Ibu. Ibu tau, bawahan itu tidak mengeri konfirmasi..." Komandan mengeluarkan uneg-uneg dan para ajudan menikmati makananya.

Selesai menunjukkan kekuasaanya pada perusahaan taksi yang melakukan kesalahan, komandan bercerita. "Ibunya bilang, maaf Pa atas kinerja bawahan saya," sambil ketawa cengengesan. Ketawa cengengesan inilah yang membuat saya sedikit tidak nyaman. Rasanya komandan puas menggunakan kekuasaanya untuk dilayani bak raja. Berbagi cengengesan dengan bawahan menunjukkan betapa dia punya pengaruh, jadi jangan macam-macam sama dia.

Kenapa komandan bangga sekali mengintimidasi. Dia tidak memberi peringatan dengan tendensi mengedukasi tapi lebih kepada, layani saya dengan baik atau kalau tidak perusahaanmu celaka. Para ajudan ikut cengengesan sambil mengucapkan, "Siap komandan....siap setuju komandan." Tidak hanya itu, mereka memperhatikan detail cerita komandan, seolah hal itu patut ditiru agar ketika kejadian yang sama terjadi semuanya mempunyai guru untuk amalkan.

Selesai menghisap rokok, komandan meminta ajudannya untuk membayar. Dompet berbentuk agenda itu dibuka, ajudan mengeluarkan lembaran ratusan ribu. Saat menunggu pelayan menyerahkan bukti rincian, komandan memberikan intruksi. "Ayo kita jalan sekarang." "Siap komandan," semuanya menjawab sambil berdiri padahal di tangan mereka rokok baru saja dinyalakan. Hisapan awal menjadi hisapan akhir.

Komandan berjalan di depan, ajudan bertubuh tinggi memeriksa meja. Memungut bungkus rokok dan matches. "Hatssssimmmm...." ajudan bersin seraya mengambil tisu. Tisu tipis yang menyentuh hidungnya yang berair itu, digumpalnya dalam genggaman tangan. Setelah itu tisu diletakkan sembarang di kursi kosong yang melintasinya. Kenapa dia tidak buang di tempat sampah ya? Apa dia tidak takut, kalau satu hari komandan memilih duduk di kursi yang telah ditempeli virus flunya?

Ah ternyata makan siang bersama komandan tidak seru. Penuh perintah dan terlalu dimanjakan. "Namanya juga komandan neng, raja kecil"ucap pacar saya sambil meledek.

Tuesday, April 14, 2009

A Sign

Pernahkah kamu ngerasain pengen sesuatu teramat semangat tapi tidak yakin apakah hal itu yang terbaik. Bila di posisi seperti ini yang biasa saya lakukan adalah meminta petunjuk Sang Empunya pertanda.

Kalau memang apa yang diinginkan yang terbaik, diukur berdasarkan Sang Pemberi Tanda melancarkan segala sesuatunya. Tapi kalau apa yang diinginkan bukan yang terbaik, ya tidak perlu proses yang lancar.

Tapi lucunya, pertanda yang saya inginkan mengalami pasang surut. Untuk satu waktu semuanya dimudahkan. Lalu tiba-tiba, mendekati waktu eksekusi mejewantahkan keputusan, ada aja rintangannya. Dan ketika memutuskan untuk membatalkan pengejewantahan keputusan itu, kemudahan diberikan lagi.

Kalau kondisinya seperti itu, apakah itu pertanda baik atau pertanda buruk. Pertanda bahwa sesuatu yang kita inginkan itu baik buat kita atau sebaliknya?

Gimana sih caranya menilai sesuatu yang subjektif dengan kaca mata objektif? What is a good sign or what is a bad sign...Oh now give me a sign ...

Friday, April 3, 2009

Semangat Rock n Roll

Sewaktu masih kuliah dulu, saya terbuai dengan jemantik jari Jim Hendrix di gitarnya. Tidak sampai disitu saja, saya malah semakin menjadi-jadi. Suara David Bowie yang serak-serak gimana gitu, berhasil membuai saya.

Entah atas nama totalitas atau penjiwaan yang mendalam, saya pun mulai berdandan ala rock n roll. Ikat pinggang paku-paku melingkar di pinggang saya. Bahkan tas kuliah saya dipenuhi dengan pin-pin bernada rock. Plus saya punya kaos bertuliskan ROCK, besar-besar.

Tapi entah kenapa, seorang teman saya malah memanggil saya Avril Lavine. Emang sih, ketika itu Avril lagi naik daun, cuman saya masih belum bisa mengerti kenapa saya diidentikan dengan penyanyi pop rock belia itu.

Alhasil teman-teman satu jurusan memanggil saya dengan sebutan Mba Avril. Sempat ngga suka dengan panggilan ini, karena bukan saya banget. Usut punya usut, panggilan itu terinspirasi dari ikat pinggang paku-paku yang melinggar yang menjadi salah satu aksesoris si Avril itu. Yah apalah arti sebuah panggilan. Pokoknya saya cinta David Bowie dan sejenisnya, bukan Avril.

Saya pikir, semangat mencintai rock n roll ada hanya karena jiwa muda saya...Kalau katau Bang Rhoma, "Darah muda...darah yang berapi-api." Tapi Bang Rhoma tidak pernah benar memang :D Karena saat ini saya sedang dibius oleh kekentalan musik rock n roll ala The Changcuters.

Tanpa sengaja saya menonton ditelevisi saat mereka meluncurkan album teranyarnya, The Changcuthers dan Misteri Kalajengking Hitam. Saya meresapi sekali permainan bass, melodi, dan drum yang dipadu dengan suara melengking bergelayut. Meskipun liriknya masih berbau santai, tapi musik yang ditampilkan cukup ampuh membawa saya pada identitas musik Mick Jagger dan kawan-kawan. Saya pun tidak memindahkan channel, saya simak dengan khusyuk karena saya penasaran dengan trik yang dilakukan Tria bersama kawan-kawannya.

Meskipun liriknya bernada santai dan jenaka, tapi mereka cukup jelas melemparkan semangat rock n roll sebagai kemasan yang kasat mata. Saking kasat matanya, saya sampai berniat untuk membeli album baru mereka. Setelah itu saya download ke mp3 saya agar bisa saya dengarkan dengan volume tertinggi, ketika saya menyusuri jalan di mana saja.

Dulu ketika kuliah, saya melakukan ini dari Setiabudi sampai Jatinangor. Saya menghadirkan penyanyi-penyanyi edan rock n roll era 80-an di kepala saya. Saya menjadi egois, dengan membiarkan mereka hanya menyanyi untuk saya di dalam bis damri yang melaju di jalan tol. Orang yang duduk di samping saya, hanya kebagian getah mendengar sayup-sayup sambil menggelengkan kepala atas volume mp3 yang membetot telinga saya.

Tujuannya hanya satu, mematik adrenalin saya agar apapun yang saya hadapi setiap harinya sekuat teriakan penyanyi rock n roll. Seperti Mick Jagger yang membuka rongga mulutnya lebar-lebar untuk menyampaikan kecanduannya pada musik cadas yang hanya memerlukan gerakan kepala yang normal alias tanpa head banging ala hard core.

Ah rasanya saya akan kembali memiliki kebiasaan lama, mendengarkan musik itu untuk keegoisan diri. Tapi tanpa ikat pinggang paku-paku tentunya....ah atau malah akan lebih afdol dengan ikat pinggang paku-paku? Well we see :D