Tuesday, November 23, 2010

Duduklah Bersamaku Tuhan

Desain by : Pablo Reinoso
Pic : www.baekdal.com
Sini...
Iya Kamu, ke sinilah.
Bangku taman ini ku sediakan untukMu.

Mengapa...mengapa malu...
Ayo jangan tundukkan wajahMu,
Aku sudah menungguMu, sejam lalu.

Iya, sejam lalu.
Usai Kau katakan, tunggu Aku di taman itu, satu jam dari sekarang.

Lalu sekarang Kau hanya tertunduk malu.
Ayo duduk di sampingku dan tautkan jemariMu pada jemariku.

Apa, tanganMu terluka? Karena Kau baru saja tergantung pada kayu penebusan itu.
Ah manusia memang tak mengerti dengan siapa mereka berhadapan.

Mari...mari aku balut lukaMu.
Iya, akan aku balut. Jadi duduklah lebih dekat.
Berhenti menunduk, biar ku lihat cahaya di wajahMu.

Hei mengapa Kau menangis?
Rupanya bukan hanya tanganMu yang terluka.
Apa mereka juga mencolok mataMu?
Manusia keparat memang, apa mereka benar-benar tidak tahu siapa yang dihadapi.

Kau ingin aku menghujamkan belati pada jantung mereka?
Kau ingin aku merobek lambung mereka?
Atau Kau ingin aku menghancurkan jari-jari kaki mereka?

.....

Mengapa Kau hanya diam?
Kau ingin aku mendekat? Baiklah aku mendekat.
Apa...aku tak dapat mendengar suaraMu...bicaralah lebih keras.
Apa...Kau terlalu pelan.
Biar aku tempelkan daun telinga di bibirMu
"Aku hanya ingin, kau duduk bersamaKu di bangku taman ini," ucapMu begitu mesra.

Teramat mesra, karena itu kali pertama aku mendengar suaraMu.
Suara kekasih hati yang rindu duduk di bangku taman yang sudah menua.
"Ini bangku kita. Hanya bangku ini yang mempertemukan kita. Duduklah bersamaKu."
Kau katakan itu semua sambil menggenggam tanganKU
Meski darah tak berhenti menetes, Kau tetap genggam tangaku.
"Duduklah bersamaKu di bangku taman ini."
Hanya itu yang Kau katakan sambil menghitung daun-daun yang berjatuhan.


Jakarta, 23 November 2010



*Saya tidak tahu, tapi saya merinding menulis ini.
Ah mungkin hanya perasaan saya saja.

No comments: