Tuesday, September 30, 2008

Selamat Idul Fitri

Senangnya, Kamis (25/09) kemarin, akhirnya gua, Syifa dan Kiki bisa buka puasa bersama :)




Seneng karena akhirnya kita bisa jalan bareng setelah disibukkan dengan deadline menyambut libur panjang (baca : lebaran). Walaupun bukanya cuman di Rice and Noodle-Arion, yang Syifa sangat tahu bahwa menunya ada nasi dan mie hahahaha, tapi kita senang. Setidaknya setelah buka bersama bisa cipika-cipiki di depan lampu merah sebelum nyeberang. Bayangin siapa yang berani melakukan itu, kecuali KITA....hahahahaha....

Mereka bedua ini adalah pejuang-pejuang perempuan gua yang paling hebat. Ditambah dengan beberapa laki-laki yang berdaya humor luar biasa, segala tantangan di kantor bisa dihadapin bareng-bareng. Mulai dari reumenerasi, hakim agung kali ada reumenerasi, sampai pengalaman menatap negeri asing kita hadapin dengan celaan dan semangat bareng-bareng.



Iya sih, di buka bersama ini, minus cowo-cowo. Tapi gaya dan mental kita cukup mewakili mereka kok. Selamat Idul fitri ya...sucikan hati dan kembali ke fitrah...Tapi gua mah bakal selalu rindu untuk menoleh ke sayap kanan, melihat dua mahluk ini duduk menatap komputer. Mereka teramat menggoda untuk tidak dihampiri....dengan celaan maksudnya hahahahaha...Rindunya aku pada kalian....

Jangan lupa ke kantor ya, meskipun cuti kalian lama, pengen ngerasain rengginang dan kue lebaran enak buatan mamanya Syifa...Miss you girls (baca : gatel pengen nyela)

Wednesday, September 24, 2008

10 Hal Tentang Saya

Senin, 22 September kemarin, teman gila saya, Ika Krismantari meminta untuk membaca blognya. Dia kena tag dari temannya. Ini semacam pesan berantai antar pengguna blog, jadi siapa saja yang kena tag, hukumnya wajib untuk mendeskripsikan dirinya.

Ngga gampang emang mendiskripsikan diri, apalagi kalau disuruh meringkas dalam 10 hal. Tapi buat saya selalu menarik untuk bisa menelisik diri sendiri. Makanya ketika, isteri dari Mas Kelik Wijaksono itu men-tag saya, saya pun menerima undangannya. Undangan yang beraroma tantangan sebenarnya, seberapa berani saya bisa jujur sama diri saya sendiri dan orang yang membaca.

Berikut pembuktiannya :

1. Saya selalu menganalogikan diri saya sebagai kupu-kupu. Bukan karena nge-fans sama Mariah Carey atau penyanyi bahenol yang kemudian berubah nama jadi Mimi. Bukan juga karena ngekor Shanti yang belakangan jadi pemain film yang ngga jelek-jelek amat.
Kupu-kupu, menggambarkan proses metamorfosis yang saya jalani. Dulu sebelum saya kuliah, saya selalu ditempatkan sebagai itik si buruk rupa. Maklum, saya ngga punya prestasi apapun. Ya sekolah ya bakat, kaga ada sama sekali. Saya masih sangat pemalu atau tepatnya minderan ketika itu. Jadi kalau ada acara keluarga, saya selalu "mengumpat". Karena sepupu-sepupu saya punya sesuatu yang dibanggakan. Belum lagi abang saya yang selalu jadi jawara sekolah. Ngga ada yang menarik. Sampai akhirnya saya masuk Unpad dan bertemu dengan perpustakaan Batu Api, di Jatinangor. Perpustakaan itu kepompong saya, mempertemukan saya dengan Nietzsche. Tuhannya para eksistensialis yang membunuh Tuhan habis-habisan. Saya juga bertemu dengan Dunia Sophie, Jalaluddin Rumi, Paulo Coelho. Merekalah yang kemudian merubah saya jadi kupu-kupu. Saya lebih menghargai diri saya sendiri dan mengada untuk dunia. Apapun corak sayap kupu-kupu, orang tetap melihatnya sebagai hewan sempurna. Karena hanya dia yang berhasil pada nirwana kesempurnaan diri.


2. Saya lebih percaya kepada Tuhan ketimbang agama. Dulu saya pernah dibilang sebagai pemeluk humanisasi, karena saya terlalu mempersonifikasikan Tuhan. Saya lebih suka disebut sebagai sahabat Tuhan ketimbang anak Tuhan. Karena kalau jadi anak Tuhan, ada kewajiban, ada harapan yang harus dipenuhi untuk membahagiakan Sang Empunya Anak. Maka jangan heran, kalau saya sering marah-marah sama Dia.

Saya dan Dia (baca : Kita) telah melalui banyak hal. Terlebih ketika kita memutuskan untuk keluar dari persekutuan. Itu adalah pertanda waktu, dimana kita tidak mau berafliasi dengan satu organisasi. Karena persepsi dan hubungan kita akan dibuat sedemikian rupa agar sama dengan organisasi. Ini juga yang membuat saya, suka pemikiran "nyeleneh" tentang agama. Keluar dari jalur, mungkin demikian kebanyakan orang mengartikannya. Tapi bagi kita, inilah cara kami untuk memperkaya arti kedekatan kita.


3. Saya anak perempuan satu-satunya dari keluarga Batak yang totok. Banyak sekali tuntutan menjadi anak perempuan, baik secara sosial masyarakat maupun secara keluarga. Perempuan di Indonesia apalagi dengan garis keluarga patrilineal yang totok seperti Batak, membuat saya mengikrarkan diri sebagai feminis. Saya menemukan banyak ketidakadilan didalamnya dan saya mencoba keluar dari sana. Ketika saya memilih jurusan Jurnalistik, ayah saya bilang itu pekerjaan yang kurang cocok untuk perempuan. Tapi saya ngga peduli. Sewaktu saya sering membaca buku-buku feminis, ayah saya bilang, kajian itu masih belum berkembang di Indonesia. Dan sampai sekarang saya masih membeli Jurnal Perempuan atau buku-buku feminis lainnya.


4. Saya ingin jadi penulis, karenanya saya ambil Jurnalistik sebagai bidang kajian ilmu saya untuk mendapat gelar sarjana. Diam-diam kecintaan saya menulis, saya dapat dari ayah saya. Bapak Siagian ini, suka menulis untuk majalah Koperasi. Maklum, dia kerja di Departemen Koperasi dulunya. Nah waktu itu, sayalah yang kedapetan untung mengetik tulisan dia. Kadang-kadang saya ubah sendiri kata-katanya biar ngga kaku hihiiihi. Saya harus menerbitkan buku, itu cara saya mengisi hari-hari saya di masa depan :) Amin!!!

5. Saya sayang keluarga saya. Mance, Pance, Raymonth, dan Marshall. Walaupun belakangan keluarga saya, menilai saya banyak berubah. Saya semakin susah dibilangin karena saya selalu punya jawaban atas larangan mereka. Tapi, jauh di dalam lubuk hati saya, saya sayang mereka teramat sangat. Karena mulai dari cuman makan indomi pake ikan asin, sampai makan panggang babi, mereka orang-orang yang membuat semuanya jadi luar biasa nikmat. Dari cuman tahun baruan di rumah sampai ke puncak, mereka kehangatan buat hidup saya. Saya selalu rindu untuk cerita-cerita sama mama saya, yang selalu manggil saya adek karena dia ngga punya adek perempuan. Saya tidak perlu takut ngatain bapak saya yang botak, malah dia ikut ketawa. Dan saya mendapatkan ke-boyish-an dari dua saudara laki-laki saya. Tidak jarang saya main gulat-gulatan sama mereka sampai sekarang, seringnya saya kalah. Karena badan saya paling kecil di rumah :(


6. Umumnya teman-teman saya menggerombol. Gank anak gaul bilang. Mulai dari SMP sampai kuliah. Malah pas SMP, saya punya gank namanya Zombie The Proyal Gank. Zombie dipilih karena kita suka menyanyikan lagu Zombie yang dibawakan Cranberries. Tapi ini juga untuk menunjukkan kecadasan gank saya hahahaha. Proyal adalah singkatan dari nama-nama kami, Priska, Rosi, Olivia, Yurisca, Ahaditya, dan Leni. Tapi sumprit kita ngga seperti Gank Naro yang suka namparin cewe-cewe. Meskipun jarak memisahkan, saya masih berhubungan dengan teman-teman saya. Mulai dari teman SMP dan kerja. Malah kadang-kadang kalau perasaan saya lagi ngga enak, dan tiba-tiba kepikiran salah satu dari mereka. Saya akan sms atau telepon, untuk sekedar tanya kabar saya. Seringnya saat itu mereka ketepatan sedang ada sesuatu yang ingin disharingkan. Itu kenapa saya ngga mau lepas dari teman-teman saya.

Saya selalu memiliki keterikatan batin dengan mereka. Dan saya seneng aja kalo ngumpul sama temen-temen saya, sampai pacar saya bilang, temen kamu banyak amat sih. Beruntung temen saya selalu nambah dan rata-rata "gila" semua :)


7. Garang-garang gini, sebenarnya saya manja. Apalagi sama adek dan pacar saya. Saya sering merengek-rengek kalau sama mereka. Kalau adek saya paling manjain saya, setiap kali saya pulang kantor. Remote tipi akan dikasih ke saya seratus persen, kecuali pas acara Mario Teguh. Dia suka banget acara ini. Dan dia akan memberi kecupan malu-malu kucing kalau baru aku kasih barang...hihihiii senang rasanya. Sedangkan pacar saya, dia punya kesabaran sejuta kayanya. Karena hampir setiap hari saya merengek-rengek ngga jelas, cuman untuk denger dia bilang, "Iya neng, yang tenanglah..." hahahahaha.


8. Sewaktu kuliah, saya selalu nongkrong lebih lama di kampus. Untuk mencerahkan mata saya dengan melihat pantat laki-laki yang seksi. Hahahaha. Bicara soal laki-laki, waktu SD saya malu-malu kucing. SMP, saya akan gigih mencari nomer telepon kecengan saya dan meneleponnya. Tapi ngaku dari orang lain. SMA, saya mulai berani mengirim senyuman kalo kecengan saya lewat. Tapi rata-rata adek kelas, kalau yang satu tingkat malah kaga berani. Begitu kuliah, saya ngga hanya kirim senyum. Saya kirim bunga, puding, buat kecengan saya. Dan terang-terangan saya mengakui saya suka mereka. Saya malah ngomporin temen-temen saya untuk melakukan hal serupa, cari temen maksudnya hahahaha. Kebetulan "korban" saya kebanyakan angkatan 97, jadi kalau kebetulan Anda korban dan membaca ini. Saya ucapkan terima kasih untuk petualangannya hahahahaha.

Setelah pacaran, saya terbilang yang setia. Saya ngga mau "berpetualang" sambil pacaran. Karena saya menghargai hubungan saya dengan pacar saya. Dasarnya, keegoisan saya. Ketika saya tidak mau diselingkuhi, maka saya tidak mau selingkuh. Ketika saya menuntut hanya saya seorang buat dia, maka hanya ada dia buat saya. Makanya ketika saya sebulan di Jerman, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan. Tapi saya tidak mau menyakiti hati saya, itu aja alasannya.


9. Saya mencintai anak-anak. Malah saya pengen punya anak lima, cowo semua, biar bisa bikin NKOTB!!! Hampir semua sepupu-sepupu saya, senang ketika melihat saya. Karena saya bisa kasih mereka permainan yang beragam. Mulai dari dongeng, tebak-tebakan, tok-tok ubi, sampai melipat-lipatkan tangan. Anak-anak adalah kejujuran buat saya. Mereka polos dan ketika mereka menciumi saya, saya menjadi orang paling beruntung sedunia. Maka sedih rasanya ketika dokter mendiagnosa saya SOPK.
Tapi saya percaya masih banyak anak-anak yang membuat saya beruntung setiap kali Saya dikecup oleh mereka. So...come to mama...!!!


10. Terakhir, saya sedang mati-matian memperbaiki bahasa inggris saya. Karena saya pengen sekolah lagi, pengen ke luar negeri lagi. Persiapan kalau nanti saya tinggal di luar negeri...hahahahaha....hey kita harus punya mimpi kan. Dan mimpi itulah yang membuat saya seperti saya sekarang....Jadi mari kita bermimpi untuk bangun dari tidur dan merealisasikannya. HABIS PERKARA (NAGA BONAR MODE ON).

Dan berikut adalah orang-orang yang saya tantang untuk mengungkapkan siapa dirinya dalam 10 hal. Saya yakin ini menyenangkan, karena ini bisa jadi cara kalian untuk memetakan masa lalu, sekarang, dan akan datang. Jadi berani terima tantangan saya, wahai kau :

- Ita Lismawati Ferdinan Malau
- Siti Paryati
- Basilisa Dengen
- Syifa Amori
- Rizky Pohan
- Hanida
- Suci DH
- dan lain-lain....Siapa aja yang maulah hehehehehe

Monday, September 22, 2008

Malas

Entah kenapa, tapi saya semakin malas bekerja. Mungkin aroma libur lebaran jadi penyebab atau memang sudah saatnya....

Pengen kaya kuliah dulu. Belajar pagi-pagi, siangan dikit nongkrong di kampus sambil liatin sexy butt-nya laki-laki :) Sorean dikit tidur-tiduran di kosan susi atau gua. Maleman dikit hunting makanan sama anak kosan sambil cerita ngapain aja di kampus. Atau berburu kamar siapa aja yang bisa didatangin karena ada makanan dan dvd bagus...

Indahnya masa itu, muda dan tanpa punya banyak masalah hahahaha. Harus cari cara biar sekolah lagi, muda dan tanpa banyak masalah...AMIN!!!!

Tuesday, September 16, 2008

Indicate your religion trough cellular phone

When I was in German, my friends Lauben Muhumuza from Uganda, ask what is the most important thing in my country? "Religion. Nothing more important than that," I answered. "Why," the best talk show man in Uganda asking me again. "Well, we very proud to be called as religious country. That is why, the state obliged their people to have one religion."

Maybe Lauben will shock if he know that during this Ramadhan, one of the biggest CDMA provider launch their Ramadhan cellular phone series. They called it, Hidayah cellular phone. Hidayah mean enlightenment. They provide Al Qur'an in it and the phone even got certification from Indonesian Ulema Council (MUI). So the phone got the brand from those validation.

They design it with green casing. Green is perfect color to describe religious items. Add some religious song as a ring tone, will attract lot of people to buy it. And even the advertising describe how a mobster atone for his sin. You just need Rp 300 thousand to have this spiritual experience. Well don't need a lot of money to built your religious perspective. "Is easy if you know how," will be a perfect tag line for it :)

And I'm really sure this December, they will be launch the Christmas series. Put some Christmas song and bible, with red and green coloring, the provider will collect a lot of money from this holy business.

If Lauben or my other foreign friends asking, why religion became an important thing in Indonesia. I will say, because you can earn a lot of money from it. We are living in this capitalist era...welcome aboard greedy spirituality.

Monday, September 15, 2008

Sindrom Ovarium Polikistik

Sindrom Ovarium Polikistik adalah kumpulan penyakit yang timbul akibat sel telur tidak dapat matang saat tidak dibuahi. Ciri-cirinya sering kali disepelekan oleh kebanyakan perempuan, menstruasi yang tidak teratur. Dan jika dibiarkan dapat menyebabkan infertilitas pada perempuan tersebut.

Tidak banyak yang menyadari bahwa hanya di tiga tahun pertama, jadwal menstruasi tidak teratur. Dan jika hingga sekarang, Anda mengalami jadwal menstruasi yang ajak-ajakan, ada baiknya memeriksakan diri ke dokter. Karena itu bisa jadi pertanda Anda mengalami Sindrom Ovarium Polikistik. Sindrom ini diawali dengan sel telur yang tidak bisa matang karena adanya kelainan endokrin. Endokrin adalah kelenjar yang mengeksresikan hormon untuk dialirkan oleh darah ke seluruh bagian tubuh.

Dan hormon yang mengalami gangguan adalah Luteinizing hormon atau hormon LH. Mereka yang mengidap sindrom ini akan berlebih memproduksi LH sehingga mencegah terjadinya ovulasi atau pengeluaran sel telur. Setiap kali tidak ada pembuahan, sel telur yang matang dengan bantuan follicle stimulating hormone (FSH) harusnya keluar dari indung telur dan menempel di dinding rahim yang kemudian luruh menjadi menstruasi. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan rasio LH/FSH normal adalah 2.5/5.

Akibat dari LH yang berlebih, telur yang matang tidak dapat dikeluarkan dari cangkang indung telur dan membuat menstruasi tidak terjadi. Ketidakseimbangan ini bisa terjadi karena tubuh mengalami resistensi insulin atau keadaan tubuh menolak insulin diserap dalam darah agar bisa disalurkan ke seluruh tubuh. Maka kondisi fisik yang membesar atau obesitas bisa menjadi pertanda yang kasat mata. Atau jika jadwal menstruasi yang tidak beraturan tidak segera diatasi, tubuh akan berisiko mengalami diabetes karena resistensi dibiarkan berlarut-larut.

Dengan kondisi metabolisme tubuh yang terganggu akibat resistensi insulin, penumpukan kalsium menjadi risiko lain yang dapat terjadi. Kalsium yang tidak terurai ini membuat plak-plak pada pembuluh darah dan merujuk penyumbatan pembuluh darah. Belum lagi dengan risiko infertilitas akibat tidak pernah meretasnya sel telur yang sudah matang. Inilah mengapa gangguan hormon kemudian disebut sebagai sindrom, karena berupa kumpulan gejala. Maka penting untuk memeriksakan diri sejak dini.

Entah terlambat atau tidak, tapi sindrom ini menjadi bagian dari hidup saya saat ini. Sebelum saya berkonsultasi dengan dokter saya, saya browsing layaknya setiap kali ingin wawancara dokter. Awal ketertarikan saya untuk melakukan jelajah ala internet itu, karena gangguan menstruasi saya kembali datang. Setelah lima bulan teratur, tiga bulan dengan bantuan obat dan dua bulan natural, saya kembali bertemu dengan realitas kerja tubuh saya.

Ini juga setelah pacar saya membaca di Republika mengenai sindrom secara runut. Akhirnya saya memulai penelusuran referensi melalui dunia maya, karena tadinya saya pikir tidak usah ke dokter lagi. Paling karena saya stress. Membaca dan membaca, entah kenapa saya merasa mempersiapkan diri ketika proses itu berlangsung. Tanpa saya sadari, saya takut untuk ke dokter (lagi) dan coba menghadapinya dengan rileks. "Kamu berobatlah neng, jangan ditunda-tunda," ucap pacar saya. "Berobatlah dek, duitnya dari mama dulu. Biar kita tenang," ungkap ibu saya beberapa malam yang lalu.

Dengan bahan riset yang mencapai lima halaman, saya pun pergi ke dokter. Di rumah sakit yang khusus ibu dan anak-anak itu, saya kembali duduk sendirian di ruang tunggu. Tiba giliran saya dipanggil, dan saya bilang, "Dok, saya belum dapet lagi nih. Padahal dua bulan berhenti minum obat udah teratur." Dengan sangat pelan, dokter yang memiliki rambut sama dengan Adnan Buyung itu berujar dengan pelan, "Itu artinya, Ibu belum sembuh."

"Gitu ya Dok. Dan kemarin saya browsing. Saya kok merasa kalau apa yang saya alami sama dengan Sindrom Ovarium Polikistik ya?" Kembali dengan pelan dokternya bilang," Iya. Karena LH Ibu tinggi sekali, 18.5. Tiga kali lipat dari yang normal."

"So what should I do?" dan saya pun merasakan darah mengalir cepat sekali ke jantung saya. Ruang dokter yang bersih dan terang itu, tiba-tiba terasa redup dan menyesakkan. "Kita minum obat lagi seperti dulu, ya." Kemudian Prof. Ali Baziad, itu nama dokter saya, bilang kalau ada tiga jenis obat untuk mereka yang mengalami sindrom ini. "Berhubung ibu masih nona, kita pakai obat yang biasa saja. Sama dengan kemarin."

Dan nanti saat saya merencanakan kehamilan, "Obatnya kita ganti untuk membantu keluarnya sel telur yang sudah matang. Tapi Ibu beruntung karena taunya jauh-jauh hari, jadi bisa diterapi," ungkapnya menenangkan. "Begini saja, selama kita masih bisa merawatnya dari sekarang itu artinya masih ada peluang untuk hamil."

Lalu saya tanyakan risiko diabetes dan jantung yang sudah saya baca sebelumnya. Ditambah ayah saya punya riwayat diabetes. "Kalau ayah, ibu itu kan namanya genetika. Maka yangn bisa dilakukan hanya menghindari faktor risiko. Ibu harus hidup sehat, terlepas ibu punya sindrom ini atau tidak." Dokter ini bahkan memberikan satu info baru mengenai risiko yang bisa saya alami, kanker ovarium. Mengingat Ibu saya dua kali di operasi tumor jinak, saya bertanya apakah ini akan mempertinggi risiko saya? "Itu juga genetik, ibu harus menerapkan pola hidup sehat."

"Apa saya akan kesulitan untuk punya anak? Karena dari yang saya baca, sindrom ini membuat keguguran berulang," ucap saya lirih. "Yang penting kita obatin dari sekarang. Dan ini pasti pengobatannya akan merujuk pada kebaikan." Karena obat yang saya minum akan membantu menekan hormon LH jadi bisa saja satu waktu LH dan FSH saya seimbang. "Kalau hormon LH saya masih tinggi juga, i have to take the medicine for the rest of my life?" "Yes, you are. Tapi ngga perlu kuatir, semuanya biar seimbang," ucap dokter itu menenangkan.

Sekeluarnya dari ruangan itu, saya sms pacar saya. Karena dia yang menginfokan saya mengenai sindrom ini dari potongan koran. Sesaat kemudian, ring tone Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana yang dinyanyikan Ari-Reda, mengalun di handphoneku. "Dokternya bilang gitu ya neng? Kamu di kasih obat apa? Mau ketemuan?"

Empat puluh lima menit berselang, aku duduk disampingnya. Makan dan minum, seperti biasa. Tapi rasanya tidak biasa. Aku merengek untuk diantar pulang, tidak dengan motor melainkan taksi. Padahal saat itu kelelahan. "Sayang kamu ya neng, jangan sedihlah."

Di depan rumah, ibu saya menunggu dengan cemas. Dia tahu akan mendengar sesuatu dari saya, sesuatu yang baik. Saya langsung peluk dia dan menangis sejadinya. Adik saya sampai kaget, " Si kakak kenapa Ma?" Sebelumnya saya memang cerita dengan detail mengenai hasil riset saya yang mungkin saja terkait dengan apa yang saya alami. "Udah Dek, jangan sedih. Kita minum aja obatnya dan berdoa. Tidak ada yang mustahil buat Tuhan."

Ah Tuhan, biasanya dengan kondisi seperti ini saya sudah sejadi-jadinya menuntut Dia. Tapi ntah kenapa saya ngga punya tenaga untuk melakukan itu. Aku hanya bilang, "Ya terjadilah apa yang menurutMu terjadi." Besoknya saya masih belum bisa percaya dengan semua itu. Ternyata meskipun kita sudah mencari tahu apa dan bagaimana suatu penyakit, pada dasarnya tidak selalu mudah untuk menerimanya sebagai kenyataan.

Kini, saya tidak mau berpikir banyak tentang itu. Saya punya mama yang selalu mencoba tenang, meskipun saya tahu dia panik luar biasa setiap kali ada anaknya yang sakit. Saya punya adik yang langsung ambil tisu begitu tahu saya nangis. Dan saya punya pacar yang menjamin semuanya akan baik-baik saja. "Aku sayang kamu dan bakal nemenin kamu terus."

Dan kepada Sang Empunya Kehidupan, mari bergabung dalam perjuangan kehidupan ini. Dijamin akan mengalami banyak cerita dan pengalaman menarik yang dapat menambah rasa kebersamaan kita. Bukankah Sang Pengatur dan Yang Diatur harus dapat bekerja sama dengan baik. Jadi mari kita bekerja sama :)

Toh ini bukan pilihan "pahit" pertama kita. Jadi untuk apa harus takut...hadapi saja!!

Wednesday, September 3, 2008

If There Is a God

By Smashing Pumpkins





If there is a God
I know he likes to rock

He likes his loud guitars
And his spiders from Mars

And if there is a God
I know he's watching me
He likes what he sees
But there's trouble on the breeze

Who are you this time?
Are you one of us flying blind?
Because we're down here throwing stones
While you're so far from home

And if there is a God (2x)

He's a spy with bedroom eyes
And covers in our sky

Who are you this time?
Are you one of us flying blind?

Because we're down here throwing stones
While you're so far from home

And if there is a God
If there is a God

Tuesday, September 2, 2008

Ketika Pimpinan Tidak Profesional

"ATAS NAMA SERIBU TOPAN BADAI,BEDEBAH!!" Kalimat itu terlintas dengan jelas di kepala, setelah mengetahui kesalahan fatal yang terjadi di majalah anyar saya hanya karena "pemimpin" tidak melakoni perannya dengan baik. Ya, saya memberi tanda kutip untuk menggambarkan bahwa dia jauh dari definisi yang sebenarnya.

Sebagai pemimpin, dia getol marah-marahin bawahannya kalau kerja tidak beres. Sebagai pemimpin dia menuntut kesempurnaan dari kerja anak buahnya, dengan menjatuhkan mental. Padahal, sepengetahuan saya, pemimpin yang ada di baris kedua dari jajaran tertinggi ini tidak punya background menjadi kuli tinta. Jadi modalnya hanya sekedar marah tanpa bisa kasih masukan atau koreksi yang proporsional.

Dan saya semakin yakin untuk menambahkan kutipan di jabatan pemimpinnya, setelah edisi terbaru majalah saya, "pemimpin" itu tidak langsung mengamini kesalahannya.

Kronologisnya seperti ini, saya mewawancarai salah satu petinggi perusahaan minyak dan gas milik pemerintah. Kala itu saya menggandeng fotografer untuk merekam figur orang itu dalam frame kamera yang ciamik. Saya yakin betul fotonya akan maksimal,karena saya selalu percaya dengan skill fotografer.

Setelah transkrip, saya pun menulis profil petinggi itu. Tulisan selesai, saya
masukkan dalam folder rubrik yang saya tangani. Kala itu kita memang punya stok, profil dari perusahaan lain. Al hasil di dalam folder ada dua folder. Folder pertama berisi bahan teman saya, yang senin ini resmi pindah tempat kerja. Folder ini lengkap dengan foto. Dan folder kedua, berisi bahan saya tanpa foto. Karena foto ada di kamera fotografer kami.

Saya memasukkan tulisan, beberapa hari sebelum deadline. Selesai itu adalah bagian redaktur atau "pimpinan" untuk mengedit tulisan saya. Sesuai rapat redaksi yang akan dinaikkan terlebih dulu adalah yang saya wawancara, salah satu petinggi perusahaan minyak dan gas milik negara.

Hari ini (2/9) majalah kami beredar. Di halaman daftar isi, saya sempat menangkap keganjilan. Rubrik saya berisi muka asing, bukan orang yang saya wawancara tapi namanya nama orang yang saya wawancara. Saya pikir mungkin itu stok foto lama, walaupun kemudian saya membatin kenapa mesti pakai foto lama?

Saya membuka halaman demi halaman, apa yang terjadi? Satu foto besar yang
bertuliskan nama orang yang saya wawancara, benar-benar muka asing. Saya mulai deg-degan. Dasar orang Indonesia, saya masih berharap halaman di belakangnya berisi muka yang saya kenal. Hingga saya bisa berkata, "Untung cuman satu foto," seperti kebanyakan orang kita ketika ketiban musibah dan berusaha mencari hikmah.

Untung tidak saya rengguk, karena dua foto sedang dan satu foto lumayan besar, BENAR-BENAR BUKAN MUKA ORANG YANG SAYA WAWANCARA! Sigap saya meraih teman satu tim saya yang duduk di samping saya,"Anjrit ini bukan orangnya! Tulisannya bener kok, tapi fotonya bukan!" Temanku yang hangat itu merespon,"Lapor Pris ke 'Pemimpin' !!"

Saya pun melangkah cepat ke ruangannya yang teramat dekat. "Pa, ini bukan foto yang saya wawancara. Ini orang lain dan saya tidak kenal. Tapi tulisannya benar." "Pimpinan" kaget dan berkata, "Kamu nyetor fotonya tidak?"

"Waktu itu saya ajak fotografer, jadi fotonya ada di mereka."

Tiba-tiba teman saya datang menghampiri, "Itu foto Bapa..." (saya lupa namanya yang pasti itu foto diambil dari folder teman saya yang baru mengundurkan diri, yang saya ceritakan di muka). Saya pun spontan membalas, "Loh itu bukannya orang yang bakal kita turunin di edisi yang sekarang kita garap?"

"Iya Pa, foto itu harusnya untuk edisi yang kita garap. Berarti ada yang ngambil
dari folder yang bukan folder saya. Padahal itukan dua orang yang berbeda," saya mulai punya alasan untuk panik dan terasa ingin teriak.

"Coba saya confirm ke bawah." Beberapa saat ke bawah dia menghampiri saya, "Oiya, fotografer itu belum setor fotonya maka layouter ambil dari folder. Dan saya untuk edisi ini memang tidak memantau layout karena saya ingin pelan-pelan melepaskan mereka."

Oke saya mulai merasa ada usaha pembenaran di sini. Bukankah dia selalu marah kalau ada redaktur yang tidak jaga layout? Kenapa dia tidak jaga layout? Apa yang lebih penting dari itu? Toh setahu saya porsi terbesar dia, ya itu jagain layout. Alasannya ketika dia bercerita harus berjibaku berjam-jam di layout karena dia ingin semuanya sempurna. Ini baru edisi ke empat dan dia sudah mulai pelan-pelan meninggalkan layout.

"Sepertinya besok-besok kalau kita ajak fotografer untuk mengingatkan mereka taruh fotonya langsung di folder. Dulu saya juga tangani itu, tapi karena banyak yang saya urusin akhirnya saya tidak minta lagi."

Apa kerjaan lain yang mendesak ketika itu? Saya pun membatin. Seandainya dia menjaga layout kesalahan itu bisa dikoreksi dengan mudah. Sehingga kategori kesalahan fatal, yang kemudian dia amini juga sebagai kesalahan fatal, bisa dihindari. "Ini fatal sekali, saya jadi tidak enak dengan coorporate communicationnya karena dia pasang iklan lagi."

Jawaban yang aneh. Dia lebih milih ngomong gitu ketimbang bilang, "Coba saya jagain ya Pris, pasti ngga kejadian. Maaf ya." Saya langsung tidak bersemangat kerja.

Saya pun mempertanyakan apa yang akan dilakukan. "Kita akan bikin ralat di edisi terbaru dan menampilkan foto yang benar." Saya merasa tidak jelas kalau hanya menampilkan fotonya saja di edisi terbaru itu. "Ok, mungkin kita bisa tampilkan dua profil di edisi besok. Untuk meralat foto dengan menampilkan foto yang benar di kedua tulisan. Tapi akan dipikirkan lagi."

Lalu saya bertanya apa yang akan saya katakan kepada orang yang saya wawancara. "Nanti saya akan kirim surat permintaan maaf ke kedua belah pihak. Saya juga ngga enak, karena ada iklan mereka di edisi ini."

Entahlah, saya keburu kecewa dengan dia. Terlebih ketika teman setim saya bilang, "Kenapa dia ngga jagain layout-nya. Padahal kita bersusah payah membangun image. Dan ini pasti merusak usaha itu."

Teman saya itu pun menambahkan,"Rupanya selain jadi reporter kita juga harus
ngerjain semuanya. Plus jadi mandor layout yang sebenarnya bukan bagian kita."

Saya merasa campur aduk, tulisan yang menampilkan secara jelas nama saya itu rusak hanya karena keengganan bekerja profesional. Saya ingin sekali seperti "pemimpin" itu yang bisa langsung marah atas nama kesempurnaan. Tapi sebagai kacung kampret saya tidak punya kewenangan untuk sejauh itu bersuara.

Saya pun memilih pulang dengan cepat karena saya sudah tidak konsentrasi bekerja. Saya coba untuk bekerja, tapi tidak bisa. Bahkan bicara saya semakin ngawur dengan suara keras yang satir. Teman-teman tim saya bilang, "Tenang aja Pris, ini bukan kesalahan kamu."

"Iya tapi nama saya ada di sana, bisa jadi nanti setiap kali saya ke perusahaan itu mereka akan bercanda bilang, jangan mau diwawancara dia, nanti mukanya bisa berubah," saya coba untuk tertawa. Tapi rasanya getir karena satir tidak pernah renyah untuk dinikmati.

Saya berusaha setengah mati untuk bisa "hidup" di desk baru ini. Saya percaya setiap penempatan rubrik baru akan membuahkan pembelajaran baru, maka saya berusaha untuk tertarik. Dan ketika saya coba menyelaminya dengan sekuat tenaga, saya dikecewakan.Saya semakin sulit bernafas di bidang yang kata banyak orang ladangnya duit.

Well ladang duit yang ini, tidak menarik perhatian saya. Saya lebih merasa berdaya guna ketika mewawancarai dokter, seniman, atau mereka yang secara profil memberikan pencerahan bagi orang banyak. Aktivis, guru, pekerja sosial misalnya, mereka lebih banyak ilmu filosofi dibanding bos-bos minyak dan tambang. Bos-bos itu lebih sering ngomong untung material.

ATAS NAMA SERIBU TOPAN BADAI, BEDEBAH!!!