Monday, September 15, 2008

Sindrom Ovarium Polikistik

Sindrom Ovarium Polikistik adalah kumpulan penyakit yang timbul akibat sel telur tidak dapat matang saat tidak dibuahi. Ciri-cirinya sering kali disepelekan oleh kebanyakan perempuan, menstruasi yang tidak teratur. Dan jika dibiarkan dapat menyebabkan infertilitas pada perempuan tersebut.

Tidak banyak yang menyadari bahwa hanya di tiga tahun pertama, jadwal menstruasi tidak teratur. Dan jika hingga sekarang, Anda mengalami jadwal menstruasi yang ajak-ajakan, ada baiknya memeriksakan diri ke dokter. Karena itu bisa jadi pertanda Anda mengalami Sindrom Ovarium Polikistik. Sindrom ini diawali dengan sel telur yang tidak bisa matang karena adanya kelainan endokrin. Endokrin adalah kelenjar yang mengeksresikan hormon untuk dialirkan oleh darah ke seluruh bagian tubuh.

Dan hormon yang mengalami gangguan adalah Luteinizing hormon atau hormon LH. Mereka yang mengidap sindrom ini akan berlebih memproduksi LH sehingga mencegah terjadinya ovulasi atau pengeluaran sel telur. Setiap kali tidak ada pembuahan, sel telur yang matang dengan bantuan follicle stimulating hormone (FSH) harusnya keluar dari indung telur dan menempel di dinding rahim yang kemudian luruh menjadi menstruasi. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan rasio LH/FSH normal adalah 2.5/5.

Akibat dari LH yang berlebih, telur yang matang tidak dapat dikeluarkan dari cangkang indung telur dan membuat menstruasi tidak terjadi. Ketidakseimbangan ini bisa terjadi karena tubuh mengalami resistensi insulin atau keadaan tubuh menolak insulin diserap dalam darah agar bisa disalurkan ke seluruh tubuh. Maka kondisi fisik yang membesar atau obesitas bisa menjadi pertanda yang kasat mata. Atau jika jadwal menstruasi yang tidak beraturan tidak segera diatasi, tubuh akan berisiko mengalami diabetes karena resistensi dibiarkan berlarut-larut.

Dengan kondisi metabolisme tubuh yang terganggu akibat resistensi insulin, penumpukan kalsium menjadi risiko lain yang dapat terjadi. Kalsium yang tidak terurai ini membuat plak-plak pada pembuluh darah dan merujuk penyumbatan pembuluh darah. Belum lagi dengan risiko infertilitas akibat tidak pernah meretasnya sel telur yang sudah matang. Inilah mengapa gangguan hormon kemudian disebut sebagai sindrom, karena berupa kumpulan gejala. Maka penting untuk memeriksakan diri sejak dini.

Entah terlambat atau tidak, tapi sindrom ini menjadi bagian dari hidup saya saat ini. Sebelum saya berkonsultasi dengan dokter saya, saya browsing layaknya setiap kali ingin wawancara dokter. Awal ketertarikan saya untuk melakukan jelajah ala internet itu, karena gangguan menstruasi saya kembali datang. Setelah lima bulan teratur, tiga bulan dengan bantuan obat dan dua bulan natural, saya kembali bertemu dengan realitas kerja tubuh saya.

Ini juga setelah pacar saya membaca di Republika mengenai sindrom secara runut. Akhirnya saya memulai penelusuran referensi melalui dunia maya, karena tadinya saya pikir tidak usah ke dokter lagi. Paling karena saya stress. Membaca dan membaca, entah kenapa saya merasa mempersiapkan diri ketika proses itu berlangsung. Tanpa saya sadari, saya takut untuk ke dokter (lagi) dan coba menghadapinya dengan rileks. "Kamu berobatlah neng, jangan ditunda-tunda," ucap pacar saya. "Berobatlah dek, duitnya dari mama dulu. Biar kita tenang," ungkap ibu saya beberapa malam yang lalu.

Dengan bahan riset yang mencapai lima halaman, saya pun pergi ke dokter. Di rumah sakit yang khusus ibu dan anak-anak itu, saya kembali duduk sendirian di ruang tunggu. Tiba giliran saya dipanggil, dan saya bilang, "Dok, saya belum dapet lagi nih. Padahal dua bulan berhenti minum obat udah teratur." Dengan sangat pelan, dokter yang memiliki rambut sama dengan Adnan Buyung itu berujar dengan pelan, "Itu artinya, Ibu belum sembuh."

"Gitu ya Dok. Dan kemarin saya browsing. Saya kok merasa kalau apa yang saya alami sama dengan Sindrom Ovarium Polikistik ya?" Kembali dengan pelan dokternya bilang," Iya. Karena LH Ibu tinggi sekali, 18.5. Tiga kali lipat dari yang normal."

"So what should I do?" dan saya pun merasakan darah mengalir cepat sekali ke jantung saya. Ruang dokter yang bersih dan terang itu, tiba-tiba terasa redup dan menyesakkan. "Kita minum obat lagi seperti dulu, ya." Kemudian Prof. Ali Baziad, itu nama dokter saya, bilang kalau ada tiga jenis obat untuk mereka yang mengalami sindrom ini. "Berhubung ibu masih nona, kita pakai obat yang biasa saja. Sama dengan kemarin."

Dan nanti saat saya merencanakan kehamilan, "Obatnya kita ganti untuk membantu keluarnya sel telur yang sudah matang. Tapi Ibu beruntung karena taunya jauh-jauh hari, jadi bisa diterapi," ungkapnya menenangkan. "Begini saja, selama kita masih bisa merawatnya dari sekarang itu artinya masih ada peluang untuk hamil."

Lalu saya tanyakan risiko diabetes dan jantung yang sudah saya baca sebelumnya. Ditambah ayah saya punya riwayat diabetes. "Kalau ayah, ibu itu kan namanya genetika. Maka yangn bisa dilakukan hanya menghindari faktor risiko. Ibu harus hidup sehat, terlepas ibu punya sindrom ini atau tidak." Dokter ini bahkan memberikan satu info baru mengenai risiko yang bisa saya alami, kanker ovarium. Mengingat Ibu saya dua kali di operasi tumor jinak, saya bertanya apakah ini akan mempertinggi risiko saya? "Itu juga genetik, ibu harus menerapkan pola hidup sehat."

"Apa saya akan kesulitan untuk punya anak? Karena dari yang saya baca, sindrom ini membuat keguguran berulang," ucap saya lirih. "Yang penting kita obatin dari sekarang. Dan ini pasti pengobatannya akan merujuk pada kebaikan." Karena obat yang saya minum akan membantu menekan hormon LH jadi bisa saja satu waktu LH dan FSH saya seimbang. "Kalau hormon LH saya masih tinggi juga, i have to take the medicine for the rest of my life?" "Yes, you are. Tapi ngga perlu kuatir, semuanya biar seimbang," ucap dokter itu menenangkan.

Sekeluarnya dari ruangan itu, saya sms pacar saya. Karena dia yang menginfokan saya mengenai sindrom ini dari potongan koran. Sesaat kemudian, ring tone Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana yang dinyanyikan Ari-Reda, mengalun di handphoneku. "Dokternya bilang gitu ya neng? Kamu di kasih obat apa? Mau ketemuan?"

Empat puluh lima menit berselang, aku duduk disampingnya. Makan dan minum, seperti biasa. Tapi rasanya tidak biasa. Aku merengek untuk diantar pulang, tidak dengan motor melainkan taksi. Padahal saat itu kelelahan. "Sayang kamu ya neng, jangan sedihlah."

Di depan rumah, ibu saya menunggu dengan cemas. Dia tahu akan mendengar sesuatu dari saya, sesuatu yang baik. Saya langsung peluk dia dan menangis sejadinya. Adik saya sampai kaget, " Si kakak kenapa Ma?" Sebelumnya saya memang cerita dengan detail mengenai hasil riset saya yang mungkin saja terkait dengan apa yang saya alami. "Udah Dek, jangan sedih. Kita minum aja obatnya dan berdoa. Tidak ada yang mustahil buat Tuhan."

Ah Tuhan, biasanya dengan kondisi seperti ini saya sudah sejadi-jadinya menuntut Dia. Tapi ntah kenapa saya ngga punya tenaga untuk melakukan itu. Aku hanya bilang, "Ya terjadilah apa yang menurutMu terjadi." Besoknya saya masih belum bisa percaya dengan semua itu. Ternyata meskipun kita sudah mencari tahu apa dan bagaimana suatu penyakit, pada dasarnya tidak selalu mudah untuk menerimanya sebagai kenyataan.

Kini, saya tidak mau berpikir banyak tentang itu. Saya punya mama yang selalu mencoba tenang, meskipun saya tahu dia panik luar biasa setiap kali ada anaknya yang sakit. Saya punya adik yang langsung ambil tisu begitu tahu saya nangis. Dan saya punya pacar yang menjamin semuanya akan baik-baik saja. "Aku sayang kamu dan bakal nemenin kamu terus."

Dan kepada Sang Empunya Kehidupan, mari bergabung dalam perjuangan kehidupan ini. Dijamin akan mengalami banyak cerita dan pengalaman menarik yang dapat menambah rasa kebersamaan kita. Bukankah Sang Pengatur dan Yang Diatur harus dapat bekerja sama dengan baik. Jadi mari kita bekerja sama :)

Toh ini bukan pilihan "pahit" pertama kita. Jadi untuk apa harus takut...hadapi saja!!

6 comments:

Anonymous said...

Tangerine, tangerine...:D

-- ICM --

butterfly menikmati dunia said...

Perasaan yg manggil aku, tangerine cuman satu orang. Dan inisialnya bukan ICM. Would you mind to uncover your identity...thank you

butterfly menikmati dunia said...

Ealah,you are the only person who call me Tangerine. Ice Cream Maker = ICM :D

tertawalah said...

Sapaan Om Gondrong memang luar biasa di luar prikiraan manusia ya. Baik dari hal kecil yang sering luput dari ucapan syukur kita, bahkan sampai hal yang membuat kepala puyeng tujuh keliling.
:D
Lets fight sista'

si malau

dr.lynn said...

santai aja neng..ibunya sahabatq jg sm ko..tp bs pny ank smp 4..itupun mau hamil lg g jd..insyaalloh bs diusahain jk Alloh mnghendaki..ank kn titipan neng..
btw bsk q ujian ttg PCOS lho..hehe..slm knal y..aq dktr muda UNS skrg praktek di RSUD Wonogiri.. :-)

butterfly menikmati dunia said...

Hi dr. Lynn,

Terima kasih sudah mampir. Biasalah kalau baru dapat diagnosa dokter, sering panik dulu. Tapi sekarang udah masuk tahap tenang kok :D

Sukses buat ujiannya PCOS-nya ya. Oiya, blog ini sudah tidak aktif. Kalau masih mau baca 'curhatan' blogspotnya tinggal diganti wordpress aja :D

Salam kenal juga :D