Sunday, January 7, 2007

Gairah Idealisme

Gua rasa benturan peradaban yang selalu terjadi dan tidak bisa dihentikan adalah benturan antara realitas dengan idealisme. Iya dua hal ini kaya dua sisi mata uang, kaga bisa dipisahin. Stick together (gua lagi suka dengan kata2 ini, stick together, sepertinya ada mantra hebat kalo ngomong ini). Kemelekatan mereka melebihi kisah cinta romeo and juliet atau kalo ditranslate dalam bahasa indonesia menjadi romi dan yuli...cape deh...

Dan berbanding lurus dengan itu, pengelupasan tentang topik ini juga ngga ada mati2nya. Walaupun mungkin kita membicarakannya dengan orang-orang yang berbeda, pasti ujung2nya pusing tujuh keliling. Karena antara idealisme dan realitas sering kali hanya dibatasi oleh kesadaran pilihan yang teramat tipis. Setipis pertanyaan, menjadi pragmatis dan kaya atau idealis tapi miskin.

Iya...tipis...karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya akan merujuk pada satu pembenaran, PILIHAN HIDUP. Dan setiap pilihan hidup seseorang sebenarnya selalu dimotivasi oleh gairah idealisme itu sendiri. Karena kalau orang hidup tanpa itu pasti garing banget ya. Tapi seringnya, kita ngga tau bagaimana menjaga api dari gairah idealisme itu sendiri.

Kalo Paulo Coelho selalu mengajarkan, bahwa gairah idealisme itu akan selalu ada selama kita tetap yakin akan legenda pribadi kita. Selama kita terus berjuang mati2 untuk itu. Bahasa ribetnya, menjadikan idealisme sebagai hidup itu sendiri. Maka kita pasti akan sampai kepada harta terbesar dalam hidup. Kaya santiago yang cuman bisa nangis saat dia ketemu piramida sebagai harta karunnya sendiri. Atau kaya Veronica mengisi kegagalan bunuh dirinya dengan menikmati setiap rasa jatuh cinta yang dia dapat, tepat ketika dia sekarat dan akan mati.

Ya...si Paulo itu yang ngajarin gua gimana untuk selalu mencintai kehidupan apapun bentuknya. Karena dengan menjadi hidup kita masih punya kesempatan untuk mewujudkan legenda pribadi kita. Paulo ini juga yang selalu bisa mempertemukan benturan idealisme dengan realita menjadi sesuatu yang wajar terjadi. Hidup memang akan selalu dipenuhi dengan itu. Jangan-jangan hidup memang dibentuk dari itu?

Tapi dari buku2nya dia juga gua menemukan ramuan gua sendiri untuk menghadapi itu, cari jalur alternatif untuk sampai ke legenda pribadi. Kadang kala kita mesti muter2 dulu untuk sampai ke satu tujuan. Tapi gua rasa itu normal bahkan baik. Karena selama kita terus berproses itu berarti perjuangan dan kemenangan hidup. Ini yang namany gairah idealisme. Setiap pagi kita selalu punya satu semangat untuk menapaki jalan2 menuju legenda pribadi. Cape, kesel karena selama perjalanan ternyata kondisi tidak senyaman yang kita inginkan pasti jadi nuansa tersendiri. Tapi semuanya worth it kok...selama kita masih bergairah untuk mewujudkan semua idealisme kita.

Jadi, jangan pernah menyerah dan coba tarik nafas dalam2 untuk bisa mengistirahatkan kepala dari segala emosi yang mungkin menggoda kita untuk mengutuki semuanya. Dan percayalah bahwa selalu ada seseorang yang special yang bersedia untuk menapaki itu semua bersama.

SELAMAT MENIKMATI HIDUP

1 comment:

ephemeralbeing said...

legenda pribadi gue itu apa ya? gue bahkan bingung legenda pribadi gue di dunia itu apa. tapi gue selalu ngebayangin hidup di dunianya rumi [dunia islam abad pertengahan] di mana gue hanya akan bermain musik dan membaca puisi. hehe...itu kayaknya surga.