Monday, February 16, 2009

Hidup Adalah Pertunjukan Sirkus

Hidup itu sirkus. Ada yang rela dikurung bareng singa atau beruang di depan ratusan orang. Hidup menjual rasa takut dan keberanian secara bersamaan.

Ketika yang dikurung terlihat ketakutan, Sang Penonton akan memegang kursi erat-erat atau bahkan menutup mata. Ketakutan inilah yang dibayar Sang Penonton ketika lembaran uang ditukar menjadi selembar karcis.



Melihat ketakutan dari para Sang Penonton, yang terkurung menaikkan tawarannya, dramatisasi. Dan atas nama etika performance, kurungan pun ditutup. Sang Penonton menutup telinganya dengan tangan sekuat mungkin, tujuannya agar tidak terdengar jeritan yang terkurung.

Tiba-tiba lampu dimatikan. Gelap dan hening. Para Sang Penonton terhentak ketika mengeluarkan auman terdasyatnya. Para Sang Penonton kesulitan bernapas, ini adalah reaksi biologis tubuh. Ketika ketakutan menghujam, jantung akan memompa cepat dan menuntut hidung menghirup cepat. Tapi otot paru-paru terlalu lemah untuk dipaksa, alhasil tersengal adalah kondisi logisnya.

Inilah klimaks dari rasa takut, kematian. Kematian selalu menjadi pintu akhir dari napas yang tersengal. Maka jangan heran jika bertemu dengan rasa takut, kematian akan menghampiri.

BLAR!!! Yang terkurung bersuara, coba menarik para Sang Penonton dari dramatisasi ketakutan dan kematian. Namun para Sang Penonton belum tersadar, mereka coba memilih realitas kematian dalam ketakutan atau imajinasi ketakutan dalam kematian?

YA!!! Yang terkurung kembali berteriak sambil bertepuk tangan. Tepukan tangan adalah tanda berhentinya mantra. Tepukan tangan adalah simbol kehidupan. Dua tangan bersatu menghasilkan suara karena ada udara yang bergetar. Inilah eskalasi kehidupan, semua elemen harus bersatu untuk menggelembungkan pentingnya hidup mempunyai arti.

Para Sang Penonton terhenyak dan membelalakan mata. Ternyata hidup menuntut banyak hal. Para Sang Penonton tidak bisa memutuskan keberadaanya dalam drama ketakutan, karena Yang Terkurung adalah penjagal kehendak bebas.

Sambil menyeringai, Yang Terkurung lari dan menari. Ini dilakukan untuk menyakinkan para Sang Penonton bahwa dirinya tidak sedikitpun terluka dari cengkraman singa. Namun dalam hati Yang Terkurung berbisik, "Sirkus adalah kehidupan terbaik di alam semesta ini. Tidak ada yang lebih sempurna dari menggenggam kehendak bebas semua orang."

Bisikan dalam hati yang dibungkus melalui senyum tipis Sang Penghianat dihargai tepukan meriah dari para Sang Penonton. Bahkan para Sang Penonton memberikan penghormatan tinggi dalam etika pertunjukkan, tepukan kehormatan. Dengan gegap gempita para Sang Penonton menitipkan suara dalam kepala mereka,"Terbebas dari rasa takut dan sensasi kematian memang luar biasa. Hidup memang indah." Para Sang Penonton lupa bahwa mereka tidak secara langsung memasuki kematian. Mereka hanya menikmati sensasinya dan menitipkan nyawa pada Yang Terkurung.

Bahwa hidup adalah sirkus untuk memutuskan siapa yang harus berakrobatik dan siapa yang harus merasa sangat puas dengan hanya menitipkan nyawa. Hidup adalah sirkus untuk menggadaikan kebebasan berkehendak.

No comments: