Monday, May 3, 2010

Jika Saya Bukanlah Saya!

Entah bagaimana ceritanya, saat lagi menikmati Burger King bersama pacar saya, terlontar pertanyaan dari dia mengapa saya mau menjadi jurnalis. Tapi bukannya menjawab pertanyaan, saya malah bertanya, kira-kira hidup akan seperti apa jika kita tak memilih jalan hidup yang sekarang?

Yang terbayang, saya akan jadi perawat karena ibu saya ingin sekali jadi perawat. Sewaktu SMP, saya sudah diarahkan menjadi perawat karena lebih mudah mencari pekerjaan. Tapi karena saya merasa butuh cerita masa-masa SMP, seperti film-film Indonesia era 80-an, saya berhasil merayu mama saya untuk masuk perawat setelah lulus SMA.

Ternyata, masa SMA membuat saya tertarik dengan komunikasi. Untungnya mama saya tak pernah memaksa, bahkan mama yang mendorong saya untuk mencoba komunikasi.

Dan seandainya saya jadi perawat, yang pasti saya tak akan ketemu dengan pacar saya. Saya menikah muda. Menikah dengan orang Batak yang totok dan tak akan pernah berpikir untuk memiliki persepsi di luar orang kebanyakan.

Sedangkan pacar saya, saya membayangkan dia akan menjadi ulama atau guru ngaji yang menikahi isteri berjilbab. Menjadi orang yang pasrah karena tak pernah mengkritisi apa yang terjadi.

Lalu saya membayangkan lagi, mungkin saya kita bertemu tapi dalam konteks yang berbeda. Bisa jadi sebagai sesama pengunjung mall atau konsumen restoran junk food. Bahkan sangat mungkin kami duduk bersebelahan tapi saling mencibir.

Hihihihihihhi..Lucu ya kalau kita membahas apa yang terjadi jika kita memilih untuk tidak menjadi kita yang sekarang. Mungkin saya tak akan memilih menjadi feminis, menggilai dunia tulis menulis, dan mengikuti ajaran Kristen tanpa mengkritisi apapun.

Bahkan saya bisa jadi tak pernah keluar negeri. Dan diumur sekarang sudah dipusingkan dengan anak yang lebih dari satu. Yang pasti hidup saya akan berubah 360 derajat. Tapi apa iya?

Sebab dalam ilmu perjodohan, apapun yang terjadi sudah digariskan. Karena kalau memang saya dan pacar ditakdirkan untuk bertemu, apapun bentuk pertemuaannya tetaplah bagian dari perjalanan waktu yang harus dilalui. Sebab sebenarnya inti dari jodoh atau tidak adalah pertemuan. Dan ketika jodoh itu masuk pada level yang lebih dalam, maka sesi pertemuan tak hanya terjadi sekali atau dua kali tapi selamanya. Seperti kita tak menonton film mengenai kembali ke masa lalu dari masa depan, pasti ada hal-hal yang tak bisa diubah.

Tapi kalau mau jujur, saya merasa jika saya tak menjadi diri saya yang sekarang, pasti dunia saya sangat monoton. Serba teratur dan serba sesuai dengan tanggapan banyakan orang. Buat saya sih kurang seru, karena saya mungkin hanya melakukan apa yang menurut orang lain harus saya lakukan.

Dan sekarang, saya merasa sangat bersyukur sekali untuk setiap proses yang telah saya lalui. Bahkan untuk proses yang akan dilalui yang wujudnya belum jelas, sebab konsekuensi memilih untuk menjadi beda dari orang kebanyakan, saya percaya perjalanan waktu saya akan lebih dinamis. Bukannya saya mau bilang menjadi perawat akan monoton, tapi lebih kepada hal berbeda apa yang akan terjadi pada saya jika memilih tidak menjadi saya yang sekarang.

Hal lain yang juga saya prediksi tidak seru akan terjadi ketika saya menjadi yang lain dari sekarang adalah tidak punya pacar yang baiknya luar biasa. Dengan kesabaran yang dia punya, saya yakin dia jodoh saya :D Ini semakin menyakinkan saya, bahwa pilihan saya tak pernah salah. Terima kasih Pemberi Pilihan yang senantiasa membuat saya mendengar kata hati saya. Sebab kata hati adalah lentera penunjuk jalan kehidupan yang penuh teka-teki.